Advertorial

Titi Wati yang Miliki Berat Badan 350 Kg Suka Ngemil: Bagaimana 'Budaya Ngemil' Bikin Orang Indonesia jadi Gemuk?

Ade S

Editor

Kebiasaan ngemil seperti yang dimiliki oleh Titi Wati memang menjadi salah satu penyebab obesitas di Indonesia. Ini uraiannya.
Kebiasaan ngemil seperti yang dimiliki oleh Titi Wati memang menjadi salah satu penyebab obesitas di Indonesia. Ini uraiannya.

Intisari-Online.com -Kasus obesitas yang menimpa Titi Wati atau yang akrab disapa Titin menjadi perhatian banyak pihak.

Ya, wanita berusia 36 tahun tersebut diketahui memiliki berat badan mencapai 350 kilogram.

Padahal, menurutwanita yang tinggal dikontrakan di Jalan G Obos XXV, Gang Bima, Kelurahan Menteng, Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, tersebut mengaku hanya makan nasi dua kali sehari.

Akan tetapi, Titin mengembangkan kebiasaan ngemil.

Baca Juga : Waspada Bagi Anda yang Hobi Ngemil Karena Bisa Saja Turunkan Kekebalan Tubuh!

"Aku makan nasi sehari cuman dua kali, cuman ngemilnya banyak dan minum esnya banyak," akunya seperti dilansir darisuar.id.

Ya, berbeda dengan di luar negeri seperti Amerika yang menjadikanjunk foodsebagai penyebab tingginya obesitas, di Indonesia kebiasaan ngemil yang jadi "kambing hitam".

Masih tidak percaya?

Mari kita simak artikeldi Kompas.com dengan judul "Budaya "Ngemil" Bikin Orang Indonesia Tambah Gemuk" di bawah ini.

Baca Juga : Titi Wati yang Miliki Berat Badan 350 Kg Gemar Minum Es: Benarkah Es Batu Bikin Gemuk?

Jumlah orang yang mengalami kegemukan terus meningkat. Junk food kerap menjadi kambing hitam dari peningkatan prevalensi obesitas.

Namun mungkin penyebab tersebut lebih tepat terjadi di negara-negara barat, khususnya Amerika Serikat.

Sementara itu, di Indonesia, budaya ngemil atau sering makan sebenarnya berkontribusi lebih tinggi pada peningkatan obesitas.

Menurut dokter pakar fisiologi dan pemerhati gaya hidup Grace Judio-Kahl, kebiasaan makan junk food dalam jumlah banyak dan frekuensi tinggi sangat jarang terjadi di masyarakat Indonesia.

Namun kita memiliki kebiasaan memakan camilan bertepung tinggi dan kalori kosong.

"Orang Indonesia makannya relatif sedikit-sedikit, tapi sering ngemil makanan kecil tinggi kalori seperti cireng, peyek, atau batagor," ungkap Grace dalam konferensi pers dalam rangka ulang tahun lightHOUSE ke-10, pada Rabu (20/8/2014) di Jakarta.

Kebiasaan makan camilan itu dibangun dari kebudayaan harus selalu ada makanan setiap kali beraktivitas, misalnya saat rapat.

"Sekretaris biasanya akan kerepotan menyediakan camilan untuk panganan rapat. Berbeda sekali dengan di luar negeri yang disajikan kopi saja sudah bagus," ujarnya.

Baca Juga : Titi Wati Miliki Berat Badan 350 Kg: Mengapa Ada Orang yang Makan Banyak Tapi Justru Tak Pernah Gemuk?

Selain itu, kebudayaan selalu menyuguhkan makanan sebagai bentuk rasa hormat atau sayang juga sangat kental di Indonesia.

Sebagai contoh, ketika bertamu ke rumah orang, seringkali yang ditanyakan terlebih dulu oleh tuan rumah adalah "sudah makan atau belum" atau ajakan "ayo makan dulu".

Di sisi lain, orang yang ditanya atau ditawari biasanya tidak menolak karena takut dianggap tidak sopan.

Belum lagi jika sajian makanan yang ditawarkan memang menggugah selera.

Terpaksa, banyak orang yang akhirnya makan lagi meskipun sebenarnya sudah makan.

"Mindset seperti inilah yang perlu diubah," tandas Grace.

Karena itu, saat sedang menurunkan berat badan, dibutuhkan bantuan psikolog untuk membantu mereka memperbaiki kemampuan pengendalian diri ketika menghadapi makanan.

Obesitas diketahui merupakan pintu masuk dari penyakit-penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung, diabetes, atau kanker.

Baca Juga : Anda Suka 'Ngemil'? Hati-hati! Inilah Dampak Buruknya Jika Anda 'Ngemil' Berlebihan

Karena itulah, obesitas juga meningkatkan risiko kematian sekaligus beban kesehatan negara.

Prevalensi obesitas menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 meningkat jika dibandingkan dengan Riskesdas 2010.

Angka obesitas pria pada 2010 sekitar 15 persen dan sekarang menjadi 20 persen. Pada wanita persentasenya dari 26 persen menjadi 35 persen.

Baca Juga : Dengan Berat Badan Lebih dari 300 Kg, Titin Hanya Bisa Terbaring di Kontrakannya, Suaminya Tak Kunjung Bisa Dihubungi

Artikel Terkait