Advertorial

Kotoran Burung Ini Jadi Sumber Pendapatan Terbesar Peru, Sekaligus Pemicu Perang dengan Amerika Serikat

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M
,
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Negara berkembang ini ternyata dulunya sempat makmur karena kotoran burung, tetapi negara ini juga sempat terlibat konflik karena kotoran burung.
Negara berkembang ini ternyata dulunya sempat makmur karena kotoran burung, tetapi negara ini juga sempat terlibat konflik karena kotoran burung.

Intisari-Online.com - Kotoran burung mungkin adalah suatu hal remeh yang dianggap tidak berguna.

Namun, siapa sangka kotoran burung ternyata menjadi salah satu sumber pendapatan terbesar di Peru.

Negara berkembang ini ternyata dulunya sempat makmur karena kotoran burung, tetapi negara ini juga sempat terlibat konflik karena kotoran burung.

Melansir dari BBC, kisah tersebut terjadi cukup lama sekali tepatnya pada 1845 hingga 1879 silam.

Baca Juga : 10 Manfaat Jepan alias Labu Siam yang Jarang Diketahui. Salah Satunya Bisa Tingkatkan Fungsi Otak, Lo!

Kotoran-kotoran ini menjadi penyumbang terbesar pendapatan negara Amerika Latin tersebut, yang mana kotorannya dijadikan pupuk organik.

Akan tetapi tidak semua kotoran burung digunakan, hanya burung laut berjenis Guanay cormorant, pelican, dan booby peru saja yang digunakan.

Kotoran burung yang diolah menjadi pupuk organik ini terkenal dengan nama 'guano' yang diyakini kaya akan nitrogen.

Bahkan Peru menjadi negara penghasil pupuk organik terbesar di dunia, tercatat memiliki 21 pulau yang dihuni 60 juta burung yang mampu menghasilkan kotoran dalam jumlah besar.

Baca Juga : Cara Mengobati Biduran Secara Alami Tanpa Obat Kimia tapi Tetap Manjur

Ada periode pengumpulan dalam delapan bulan untuk guano, ketika semua pengumpulan harus dengan tangan, karena jika dengan mesin akan menakuti-nakuti burung.

Para pekerja pengumpul kotoran burung ini juga dibayar tinggi hingga tiga kali lipat dari jumlah yang mereka hasilkan.

Rata-rata mereka akan membawa pulang sekitar 428 dolar AS atau sekitar Rp6 juta atau lebih besar dari upah minimum Peru.

Namun suatu ketika, guano ini dikirim ke Eropa dan Amerika Serikat, telah membuat perselisihan.

Baca Juga : Terinspirasi Kopi Luwak, Kopi Ini Dibuat dari Kotoran Burung, Rasanya?

Pada tahun 1852, AS mengirim kapal untuk menyerang pulau-pulau Lobos karena Peru menaikkan harga guano.

Hingga akhirnya pada tahun 1879-1884 Perang Pasifik juga secara tidak langsung disebabkan oleh komoditas yang tidak biasa ini.

Padahal selama periode ini, ekspor guano menjadi menyumbang sebagian besar anggaran nasional Peru.

Ribuan pekerja Cina, narapidana, dan desertir tentara yang dianggarkan bekerja di kawasan ini meninggal karena penggalian guano selama periode ini.

Baca Juga : Mengapa Kecerdasan Burung Gagak Diklaim Setara Kecerdasan Anak Manusia?

Setelah konflik tersebut, kini populasi burung guano menurun drastis hingga hari ini, hanya sekitar lima juta dari mereka yang masih hidup.

Kini masa depan industri ini sangat tergantung dari upaya konservasi terhadap burung ini di Peru.

Artikel Terkait