Menguraikan teori semacam itulah yang ingin dilakukan Stephen Hawking, orang yang hidupnya merupakan contoh dan pelajaran yang menarik berkat ketabahannya, kemampuannya menyesuaikan diri dan kekuatannya sebagai cendekiawan.
(Baca juga: Otak Albert Einstein Disimpan di Museum, Inilah Hal Tidak Biasa yang Ada pada Otaknya)
"Menurut pendapat saya, penyandang cacat harus mengkonsentrasikan dirinya pada kegiatan yang tidak mendapat hambatan serius dari cacat tubuhnya. Sains merupakan bidang yang baik bagi penyandang cacat jasmani, karena hanya membutuhkan kemampuan dalam berpikir, terutama bidang teori sains," kata Hawking sedikit memberi nasihat.
"Memang ada beberapa hambatan praktis, tapi itu dapat diatasi jika disertai dengan kesungguhan. Kita jangan berpikir untuk dapat bersaing dengan orang yang lengkap anggota tubuhnya dalam kegiatan yang membutuhkan kemampuan fisik, karena tentu mereka lebih unggul. Lain dengan bidang sains; tidak ada alasan bagi penyandang cacat untuk tidak dapat menyamai mereka yang lengkap. Bahkan kalau bisa lebih baik daripada mereka."
Penyakit pelan-pelan
Hawking anak tertua dari empat bersaudara dari suatu keluarga keturunan orang-orang pintar. Di Universitas Oxford, tempat ia kuliah tahun 1959, sebagai anak muda yang berjiwa dan berpikiran bebas serta sedikit keras kepala, ia sangat populer di antara teman-temannya di banyak kantin di kotanya. Ia juga pernah jadi juru mudi kelompok dayung di fakultasnya.
Karena daya pikirnya yang luar biasa, dosen-dosennya membiarkan saja tingkah lakunya yang ceroboh dalam kampus. la tidak rajin, tetapi bisa menyelesaikan setiap soal ilmu pasti yang diajukan padanya dengan mudah.
(Baca juga: Stephen Hawking Meninggal Dunia: Begini Cara Melarikan Diri dari Lubang Hitam ala Fisikawan Nyentrik Itu)
Ketika harus menyelesaikan kuliahnya, ia diwajibkan ikut ujian lisan khusus untuk menentukan apakah ia pantas lulus dengan magna cum laude. Ini dibutuhkan untuk memperoleh bea siswa meneruskan studi fisika lanjutan di Cambridge, saingan Oxford.
Bulan-bulan pertama di Cambridge badannya mulai menunjukkan tanda-tanda sakit. Ia mulai sulit bicara dan mengontrol gerak tangan dan tungkainya.
Dokter menyatakan dengan pasti bahwa ia terserang amytrofe laterale sclerose, penyakit yang menyerang dan merusak saraf motorik sedikit demi sedikit dan biasanya mematikan, tapi tidak mempengaruhi indra dan pikiran.
Hawking sendiri sadar bahwa usianya mungkin tidak akan mencapai 25 tahun. Akibatnya ia merasa tertekan dan patah semangat. Ia berhenti kuliah dan menghabiskan waktunya dengan minuman keras.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR