Advertorial

Densus 88, Pasukan Khusus Polri yang Wajib ‘Muntahkan’ 30.000 Peluru Setiap Latihan Demi Hal Ini

Ade Sulaeman

Editor

Instruktur pun didatangkan dari AS dengan kualifikasi eks pasukan khusus atau secret service.
Instruktur pun didatangkan dari AS dengan kualifikasi eks pasukan khusus atau secret service.

Intisari-Online.com - Pasukan khusus Datasemen 88 (Densus 88) Polri termasuk pasukan yang penuh teka-teki karena sangat tertutup dan sulit diliput media massa.

Anggota densus 88 memang dirahasiakan. Jika sedang bertugas mereka memakai penutup wajah (balakava) dan tidak pernah berbicara kepada siapapun meski sedang berada di tengah kerumunan masyarakat.

Anggota Densus 88 memang harus dirahasiakan sehingga wajahnya jadi sulit dikenali ketika sedang menyamar tanpa menggunakan penutup wajah.

Pasukan khusus antiteror Polri ini dibentuk pada tanggal 26 Agustus 2004.

(Baca juga: Pasukan Elite Inggris SAS Sangat Hebat, Tapi Mereka Gentar Kepada Kopassus)

Saat itu Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Firman Gani meresmikan pembentukan tim antiteror baru bernama Detasemen 88.

Pada pelantikan itu, Kapolda mengukuhkan 75 anggota Densus 88 yang dipimpin Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Tito Karnavian sudah siap bertugas memerangi aksi teror.

Tito Karnavian adalah Kepala Satuan I Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya yang sekarang menjabat sebagai Kapolri.

Dalam rangkaian upacara diperagakan kepiawaian tim menanggulangi bom mobil dan penyanderaan oleh teroris.

Ke-75 anggota Den 88 Polda Metro Jaya sebelumnya mendapat pelatihan khusus di Pusat Pendidikan Reserse dan Kriminal (Pusdikreskrim) di Megamendung, Bogor, 50 kilometer selatan Jakarta.

Mereka terdiri dari tiga tim: investigasi, intel, dan tindak.Titik berat pembinaan difokuskan pada penanganan bom dan antiteror.

Personel Densus 88 Polda Metro Jaya diambil dari semua unsur Kepolisian Resor di Jakarta serta Brigade Mobil (Brimob)

Ketika Densus 88 dibentuk ada yang mempertanyakan apakah tugas Densus 88 tidak akan tumpang tindih dengan Sat I Gegana Brimob.

(Baca juga: Perang Enam Hari, Mengingat Kembali Sejarah Jatuhnya Yerusalem ke Tangan Israel)

Soal satu ini, sejumlah petinggi Polri mengatakan bahwa kekhawatiran itu tidak akan terjadi.

Pasalnya secara organisasi, Densus 88 berada di bawah Kepala Bareskrim Polri.

Sedangkan Gegana berada di bawah Kepala Brimob. Sehingga dari payung organisasi yang menaunginya, bisa terlihat bahwa tugas Densus 88 jauh lebih komplek.

Namun soal penyebaran personelnya memang sama. Gegana dan Densus 88 ditugaskan di Kepolisian Daerah di seluruh Indonesia.

Meski koordinasi tetap berada di bawah Bareskrim, Densus 88 kemudian dibentuk di setiap Polda dengan Polda Metro Jaya sebagai rujukan pertama setelah Densus 88 Mabes Polri.

Sebelumnya Densus 88 dibentuk ditingkat Mabes Polri dengan pimpinannya Brigjen Pol Gories Mere.

Pembentukan Densus 88 Antiteror Polri merupakan rangkaian upaya untuk melawan aksi terorisme.

Pemicu terbesar adalah dari upaya dunia yang digalang AS demi mencegah serangan teroris seperti pernah terjadi di menara kembar World Trade Center di New York, AS pada 11 September 2001.

Indonesia sendiri pernah mendapat serangan teror dalam skala besar seperti peledakan bom Bali (12 Oktober 2002) dan di Hotel JW Marriot, Jakarta (5 Agustus 2003).

Atas kepedulian inilah, tiap tahun AS dan Australia memberikan bantuan kepada Polri untuk membentuk suatu Detasemen khusus antiteror.

Tujuan dari program tahunan ini adalah untuk membentuk suatu tim antiteror independen milik Polri.

Mereka harus sanggup menangani aksi teror mulai dari aksi bom, penyelamatan sandera, dan reaksi cepat hingga serangan bersenjata (armed assault).

Dalam perencanaannya, Densus 88 secara penuh beroperasi mulai 2005 dengan perkiraan kekuatan sekitar 400 personel.

Pelatihan Detasemen 88 tetap dilakukan di Megamendung. Di tempat ini dibangun berbagai kelengkapan pelatihan baru dari pembiayaan AS.

Diantaranya firing range, knockdown house, ruang kelas dan berbagai bangunan dengan alat dan kelengkapan untuk melakukan berbagai pelatihan.

Personel Densus 88 yang dilatih, diharuskan menghabiskan minimal 30.000 peluru selama pendidikan.

Tujuannya adalah agar semua personel Densus 88 memiliki kemampuan mahir menembak dengan semua jenis senjata api.

Instruktur pun didatangkan dari AS dengan kualifikasi eks pasukan khusus atau secret service.

Selain latihan di Megamendung, Densus 88 juga menggunakan Pusat Pelatihan Antiteror Indonesia (Platina) yang dibangun di komplek Akademi Kepolisian (Akpol), Semarang.

(Baca juga: Jet Tempur F-15 C Ini Patah Jadi Dua Saat Terbang, Begini Nasib Pilotnya)

Artikel Terkait