Advertorial
Intisari-Online.com - Dalam Operasi Trikora untuk memperebutkan wilayah Irian Barat (Papua) dari tangan Belanda (1960-1963), pasukan lintas udara andalan Kostrad, Batalyon Infanteri Lintas Udara (Linud) 328 ditugaskan melancarkan serangan lewat udara.
Dalam operasi penerjunan pasukan dengan sandi operasi Operasi Tim Rajawali itu, jumlah pasukan yang diterjunkan sebanyak 70 orang dan dipimpin oleh Pelda Atma.
Tujuan operasi tempur yang berisiko tinggi itu adalah untuk memperkuat satuan-satuan tempur yang telah terlebih dahulu berhasil menyusup ke Irian Barat, khususnya kawasan kaimana yang masih berhutan sangat lebat.
Rute pemberangkatan pasukan Linud 328 menggunakan pesawat C-130 Hercules berangkat dari Lanud Husein Sastranegara Bandung-Lanud Halim PK (Jakarta)-Maksassar-Ambon.
(Baca juga: Pernah Bertempur Melawan Pasukan Khusus Inggris, Bikin Kostrad Mudah Taklukkan Kekuatan Pro PKI)
Sesuai target dan rencananya semua personel Tim Rajawali diterjunkan ke titik sasaran pada pukul 03.00 dini hari.
Waktu dini hari sengaja dipilih karena pada saat seperti itu tidak ada pesawat tempur Belanda yang patroli dan hari masi gelap sehingga posisi pasukan yang mendarat sulit diketahui.
Operasi penerjunan pasukan yang dilaksanakan Tim Rajawali itu sebenarnya merupakan serbuan nekat karena titik penerjunan masih merupakan hutan belantara yang belum dikenal.
Data intelijen mengenai wilayah untuk sasaran terjun yang biasa diberikan oleh tim pasukan intelijen yang sudah terlebih dahulu menyusup juga sama sekali tidak ada.
Titik penerjunan Tim Rajawali sesuai rencana dilaksanakan di atas laut lalu para personelnya diupayakan mengendalikan parasut dan mendarat tepat di pantai.
Tapi karena setiap personel Tim Rajawali membawa bekal dan persenjataan yang cukup berat, beban itu membuat waktu operasi penerjunan saat terapung-apung di udara justru bergeser ke arah hutan yang lebat.
Akibatnya hampir semua personel Rajawali mendarat di atas pohon yang tinggi dan harus menunggu terang fajar agar bisa turun dengan selamat.
Posisi menunggu terang fajar pun masih dalam kondisi tergantung di tali parasut karena jika tali parasut sampai dilepas tubuh bisa terhempas ke tanah dan tewas.
(Baca juga: Kesal Mobil Diserempet, Oknum Kostrad Tembak Warga di Cibinong)
Ketika hari sudah pagi para pasukan Tim Rajawali yang masih berada di atas pohon teryata mengalami kesulitan saat mau turun karena pohonnya begitu tinggi.
Tali yang dibawa meskipun sudah digabung denga tali parasut cadangan tidak mencapai tanah sehingga perlu keahlian tersediri untuk bisa turun.
Salah satu personel Tim Rajawali, Prada S Ismail bahkan terjatuh dari atas pohon dan gugur.
Ketika para pasukan Tim Rajawali sudah berhasil mendarat di tanah mereka ternyata mendapat tantangan baru karena mengalami kesulitan untuk berkumpul.
Pasalnya jarak pendaratan antar personel yang satu dengan yang lainnya berjauhan dan tidak bisa saling memanggil.
Supaya posisi masing-masing pasukan saling diketahui senjata pun terpaksa diletuskan sebagai alat komunikasi.
Satu persatu personel pasukan Tim Rajawali mulai bisa berkumpul tapi suara tembakan itu juga didengar oleh tentara Belanda yang kemudian menyerang menggunakan mortir.
(Baca juga: Kisah Ajaib di Balik Jatuhnya Pesawat Dakota AURI yang Ditembak oleh Pesawat Tempur Belanda pada Operasi Trikora)
Dari jumlah 70 orang yang diterjunkan 42 orang berhasil berkumpul dan melanjutkan pertempuran, 13 orang tertangkap pasukan Belanda, dan sisanya hilang atau gugur.
Tapi perjuangan pasukan Linud Kostrad yang gagah berani itu akhirnya membuahkan hasil dengan kembalinya Irian Barat ke RI pada 23 Agustus 1962.
Pasukan Belanda sendiri mengakui kehebatan pasukan Kostrad itu karena pada jaman itu sebenarnya tidak ada pasukan yang berani terjun di hutan belantara Papua kecuali pasukan Indonesia (TNI).