Advertorial
Intisari-Online.com - Dalam Perang Teluk I (2/8/1990-28/2/1991) yang dipicu oleh serbuan Irak ke Kuwait, peran kekuatan udara sangatlah menentukan.
Baik bagi Irak yang mampu menggasak Kuwait pada awal perang maupun AS yang sukses menggebuk Irak di akhir pertempuran, kunci sukses keduanya ditentukan oleh superioritas air power.
Irak yang melancarkan serangan dadakan pada awal bulan Agustus 1990 ke Kuwait selain mengerahkan tank-tank lapis bajanya juga melakukan perlindungan udara (air cover) dengan mengerahkan pesawat tempur Sukhoi dan helikopter Mi-24 Hind buatan Rusia.
Walaupun sebenarnya jumlah pesawat tempur Irak yang terbang sangat terbatas pengaruh terhadap musuh (detterent effect ) sangat besar.
(Baca juga: Perang Teluk, saat Tentara Amerika Menjadi Kaya karena Dimanjakan oleh ‘Perang’ Sponsor)
Untuk pertempuran selanjutnya invasi Irak ke Kuwait, lebih banyak ditentukan oleh kekuatan massif angkatan daratnya.
Serbuan dari darat dan udara memang membuat Kuwait kewalahan.
Namun demikian rudal-rudal darat ke udara, surface to air, yang diluncurkan AU Kuwait masih sanggup merontokkan 23 pesawat tempur Irak dari berbagai jenis.
Akhirnya karena kehabisan rudal SAM, Kuwait dalam sehari berhasil dikuasai Irak sedangkan para personel yang bertugas sebagai operator rudal dan sejumlah pilot Kuwait memilih kabur menyelamatkan diri ke Arab Saudi.
\Invasi Irak ke Kuwait yang berhasil dilancarkan dalam tempo singkat disamping mencerminkan sukses tempur tentara Irak, imbasnya juga mengejukan dunia.
Karena Irak ternyata berambisi menguasai seluruh Jazirah Arab. Atas nama PBB, AS dan koalisinya cepat-cepat merancang operasi gabungan untuk menyelamatkan Kuwait. Digelarlah Operation Desert Shield disusul Operation Desert Storm.
Mengingat untuk menghancurkan kekuatan Irak dan meminimalkan jumlah korban hanya bisa melalui serbuan udara besar-besaran, terencana dan terarah, AS segera mengerahkan pesawat-pesawat tempur canggih yang dimilikinya.
Dengan kata lain, serbuan Irak ke Kuwait ternyata telah memberikan kesempatan kepada AS untuk mencoba senjata-senjata maut terbarunya.
(Baca juga: Berkaca dari Pengalaman Perang Teluk, AS Sepertinya akan Mengandalkan Serangan Udara Jika Benar Menyerang Korut)
Mulai dari kemampuan pesawat tempur dengan sasaran di udara maupun di darat. Kekuatan udara yang dikerahkan AS dan koalisinya mencakup ribuan pesawat tempur dari berbagai jenis seperti F-117, F-15, F-15E, A-10, F-111, F-16, F-4 G, B-52, AC-130 dan banyak lagi.
Selama perang jumlah total sorti yang dilancarkan oleh semua pesawat lebih dari 65.000 sorti.
Misinya selain menghancurkan semua potensi kekuatan militer Irak juga merontokkan pesawat-pesawat tempur Irak yang sebagian di antaranya berusaha meloloskan diri ke Iran.
Total korban rudal air campaign yang dilancarkan AS dan sekutunya dengan sasaran pesawat-pesawat tempur Irak cukup besar.
Disebut bahwa lebih dari 400 pesawat tempur Irak berhasil dihancurkan sehingga waktu itu kekuatan udara Irak benar-benar lumpuh.
Peringkat prestasi itu hampir mencapai 100% karena 122 pesawat tempur Irak yang berusaha lari ke Iran ternyata juga berhasil dirontokkan oleh rudal-rudal pesawat AS.
Jenis rudal yang digunakan oleh pesawat-pesawat penghancur itu termasuk rudal berteknologi mutakhir macam AGM-65 Maverick, AIM 7 Sparrow, AIM 9 Sidewinder dan AGM-88 HARM.
Rudal jenis air to surface AGM-65 yang cara kerjanya dipandu infra merah ini lazim dipasang pada pesawat tempur F-16 dan A-10 Thunderbolt II.
(Baca juga: Pemutusan Hubungan Diplomatik Negara-negara Arab terhadap Qatar adalah Buntut Panjang dari Perang Teluk)
Selain itu, Maverick mampu menjangkau sasaran darat sejauh 13 km sehingga sangat ampuh untuk menggempur kendaraan lapis baja, kapal perang, pertahanan udara dan sasaran darat lainnya.
Khusus dalam Perang Teluk I, sasaran Maverick adalah kendaraan tempur Irak yang jumlahnya ribuan.
Saking banyaknya kendaraan militer yang hancur, jalur Kuwait-Irak yang dipakai sebagai sarana melarikan diri sampai dipenuhi bangkai kendaraan tempur.
Jumlah tank T-72 Irak yang begitu melimpah, bahkan saat itu jumlah kekuatan tanknya lebih banyak jika dibandingkan dengan gabungan kekuatan tank negara Inggris dan Jerman, teryata jadi sasaran empuk F-16 dan A-10 yang dikenal sebagai penghancur tank.
Ribuan tank Irak dihancurkan secara mudah mengingat kemampuan satu Maverick ternyata bisa menghancurkan satu tank T-72.
Dari sisi perhitungan ekonomi, pemakaian Maverick juga lebih menguntungkan.
Satu Maverick berharga 70.000 dollar AS sedangkan tank T-72 bernilai jauh lebih mahal, yaitu 1,5 juta dollar AS.
Pesawat F-16 yang dikerahkan AS ke Irak mencapai 249 dengan total sorti 13.500 kali.
Sasaran darat yang digempur nyaris semuanya sukses dengan tingkat keberhasilan mencapai 95,2%. Sementara 144 pesawat tempur A-10 yang dikerahkan AS telah melakukan total sorti sebanyak 8.100 kali dengan tingkat keberhasilan 95,7%.
Kemampuan rudal AIM-7 dan AIM-9 juga tak kalah dahsyat dibandingkan Maverick.
Sebagai rudal yang ditembakkan untuk sasaran udara ke udara, AIM-7 berhasil merontokkan 22 pesawat tempur Irak.
Sedangkan AIM-9 berhasil menghancurkan enam pesawat tempur.
Kedua rudal yang sangat ampuh untuk menyergap pesawat musuh itu biasa dipasangkan pada pesawat F-15.
Selain rudal AIM-7 dan AIM-9, F-15 juga menggendong rudal AIM-120A yang berfungsi untuk menggempur sarang-sarang rudal Scud.
Dari tiga jenis rudal itu, AGM-88 HARM merupakan tipe rudal yang paling pintar.
Pasalnya AGM-88 HARM mampu mencari sasarannya secara mandiri dan hanya dengan sedikit bantuan operator.
Dalam Perang Teluk, rudal udara kepermukaan ini menjadi senjata andalan pesawat tempur F-16 C dan F-4G Wild Weasels.
Sasaran favorit yang dihancurkan oleh AGM-88 adalah lokasi radar Irak. Selama bertugas, pesawat-pesawat F-4G telah terbang sebanyak 2.500 sorti dengan kesuksesan mencapai 87%
Kecerdasan AGM berkali-kali membuat tentara Irak lari ketakutan.
Karena operator tidak merasa melihat sama sekali di layar monitor tanda-tanda kehadiran pesawat, sekonyong-konyong dihantam bom.
Itu bisa terjadi karena AGM dilengkapi peralatan yang bisa menjejak posisi radar musuh, mampu melesat hingga Mach 2 dan ketika ditembakkan asap yang keluar dari AGM tidak kelihatan.
Sedangkan soal radar yang tidak berfungsi, diakibatkan oleh radar jamming yang dilancarkan pesawat pembungkam radar EF-111 Raven.
Prestasi gemilang yang dicapai oleh berbagai jenis rudal dalam Perang Teluk I memang tak bisa dilepaskan dari superioritas air power yang berhasil dikuasai pasukan koalisi hanya dalam serbuan selama satu hari.
Setelahnya sasaran udara dan darat yang dimiliki Irak hanyalah jadi bidikan empuk yang nyaris tak mendapatkan perlindungan udara.
Amuk beragam rudal yang dibantu pesawat-pesawat berperangkat elektronik canggih yang mampu membungkam radar Irak juga mampu menyukseskan tugas rudal.
Dengan demikian pilot-pilot yang menembakkan rudal mautnya secara psikologis justru merasa seperti main game dan bukan sedang perang sungguhan.
Yang pasti Perang Teluk I telah menjadi ajang paling sukses perang modern sejak PD II sekaligus menjadi promosi besar-besaran bagi senjata-senjata canggih penebar maut.