Advertorial

Catat! Di Masa yang akan Datang, Pemanasan Global akan Membuat Penerbangan Kita Semakin Buruk

Moh Habib Asyhad

Editor

Menurut mereka, perubahan suhu universal memperkuat ketidakstabilan angin di ketinggian. Dan itu bisa menyebabkan kantong udara menguat dan kasar.
Menurut mereka, perubahan suhu universal memperkuat ketidakstabilan angin di ketinggian. Dan itu bisa menyebabkan kantong udara menguat dan kasar.

Intisari-Online.com -Tak hanya perubahan cuaca ekstrem, pemanasan global juga disebut punya efek signifikan terhadap kondisi penerbangan.

Sebuah studi baru yang diterbitkan di jurnal Geophysical Research Letters menemukan, perubahan iklim dapat menyebabkan turbulensi udara (CAT) hingga tiga kali lipat.

CAT terjadi ketika massa udara bergerak pada kecepatan tertentu bertemu dengan massa udara yang bergerak dengan kecepatan yang berbeda.

(Baca juga:Turbulensi di Pesawat Etihad Airways dan Pelajaran tentang Pentingnya Sabuk Pengaman)

Ini biasanya diciptakan oleh faktor-faktor seperti tekanan atmosfir, aliran jet, udara di sekitar pegunungan, cuaca dingin, cuaca hangat, atau badai petir.

Jenis turbulensi itu dikenal menyebabkan beragam rasa takut dan tidak nyaman karena terjadi secara tak terduga dan terjadi tanpa peringatan apa pun sepeti awan dan badai petir.

“Ketika Anda berhadapan dengan turbulensi, ia benar-benar bisa mematahkan bagian dari pesawat terbang, atau bisa jadi lebih kuat, dan kita tidak tahu dari mana datangya dan apa yang akan terjadi kemudian,” ujar Rob Mark, pilot komersil dan penerbit JetWhine.com, kepada Fox News.

Hingga kemudian, para peneliti berkesimpulan bahwa pemanasan global menjadi salah satu penyebab turbulensi.

Menurut mereka, perubahan suhu universal memperkuat ketidakstabilan angin di ketinggian. Dan itu bisa menyebabkan kantong udara menguat dan kasar.

Periset di University of Reading di Inggris menggunakan model matematis untuk meramalkan kondisi jangka panjang itu.

Untuk penerbangan yang terbang di ketinggian 39 ribu kaki, studi memprediksi turbulensi lebih dahsyat meningkat sebesar 110 persen untuk perjalanan yang melintasi Amerika Utara, 180 persen di atas Atlantik Utara, dan 160 persen di atas Eropa.

(Baca juga:Tersebarnya Foto-foto Mengerikan Kabin Thai Airways Setelah Turbulensi)

Dilaporkan New York Post, ada 58 penumpang pesawat terbang yang mengalami luka akibat turbulensi setiap tahunnya.

“Itu terjadi begitu cepat dan kekuatannya begitu kuat sehingga Anda tidak bisa beruat apa-apa,” ujar Mark.

“Itu sebabnya pramugrari sering terluka karena merekalah yang berjalan saat tanda-tanda sabuk pengaman sedang menyala.”

Pada Agustus lalu, sebuah pesawat American Airlines dari Philadelphia mengalami turbulensi parah yang melukai 10 orang. Alex Ehmke, seorang penumpang dalam penerbangan tersebut mengatakan bahwa ia melihat orang-orang menabrak langit-langit dan minuman terbang ke mana-mana.

“Sebenarnya tidak ada peringatan sama sekali, saya pikir itulah yang membuat begitu banyak orang lengah, hanya ada sedikit turbulensi, sekitar 5 detik, dan tiba-tiba rasanya seluruh pesawat akan jatuh,” ujarnya.

Para ahli mengatakan bahwa studi tersebut menyoroti kebutuhan untuk mengembangkan ramalan turbulensi dan perencanaan penerbangan yang lebih baik.

(Baca juga:Ini yang Sebenarnya Terjadi Saat Pesawat Alami Turbulensi)

“Ilmu pengetahuan harus lebih akurat untuk membuat pilot tahu di mana gejolak turbulensi ini dan pesawat harus dibangun untuk melawannya,” kata Bob Francis, mantan wakil ketua NTSB, kepada Fox News.

Artikel Terkait