Salah satunya adalah merelokasi korban yang kini masih tinggal di tempat pengungsian ke pemukiman baru yang lebih aman.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Karo meminta kepada pengungsi yang berada di lokasi penampungan agar tetap mewaspadai luncuran awan panas erupsi Gunung Sinabung setelah akhir-akhir ini menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi.
Warga juga dihimbau untuk tidak nekat kembali ke desa yang masih masuk dalam zona berbahaya.
Pemkab Karo bahkan melarang keras warga yang desanya menjadi lintasan awan panas (zona merah) untuk tidak kembali lagi. Beberapa desa yang termasuk dalam kategori zona merah itu hanya berjarak lebih kurang 6 hingga 7 km dari puncak Gunung Sinabung dan daerah tersebut harus dikosongkan.
(Baca juga: Berbuka Puasa Sambil Memandangi Candi Prambanan dan Gunung Merapi)
Dalam catatan petugas PVMBG, selama bulan Agustus-Septemper 2016, dalam satu hari saja tercatat telah terjadi 19 kali luncuran awan panas dan 137 kali guguran awan panas.
Kondisi itu mengindikasikan aktivitas vulkanik Gunung Sinabung terus menunjukkan peningkatan yang tinggi, terutama peningkatan gempa hybrid yang berpengaruh terhadap pertumbuhan kubah lava.
Demi menangani korban bencana alam Gunung Sinabung hingga saat ini pemerintah terus berupaya melakukan relokasi meskipun upaya itu cukup sulit mengingat banyaknya penduduk yang masih menolak.
Bantuan dari luar juga sudah berjalan seperti pemerintah Amerika Serikat yang pernah menyerahkan bantuan finansial dan teknis.
Bantuan itu diserahkan melalui Kantor Urusan Bantuan Bencana Luar Negeri (Office of Foreign Disaster Assistance/OFDA), yang berada di bawah naungan Badan Pembangunan Internasional AS (USAID).
Palang Merah Internasional dan Masyarakat Bulan Sabit, Palang Merah Indonesia (PMI) telah menggunakan dana bantuan tersebut untuk membeli, membagikan, dan memenuhi kebutuhan bantuan seperti masker wajah, alat-alat kesehatan, wadah penyimpanan air bersih, selimut, plastik, dan matras.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR