Penulis
Intisari-Online.com - Pada awal April 1942, ketika Perang Dunia II mulai berkobar di kawasan Asia Tenggara, Jepang mengirim ribuan pasukan dan persenjataan baru ke Filipina.
Tujuannya agar pasukan Jepang yang terkenal brutal dan kejam bisa menghancurkan pertahanan pasukan Sekutu yang berada di Bataan dan Corregidor.
Serangan massif berupa hujan ribuan bom dan peluru meriam pun berlangsung selama tiga hari penuh dan mengakibatkan pulau Bataan serta Corregidor bagaikan neraka.
Jenderal Jonathan Wainwright yang memimpin pasukan Sekutu di Bataan khawatir jika perang habis-habisan akan berakhir dengan pembantaian ribuan anak buahnya.
Jenderal Wainwright yang bertahan di markas bawah tanahnya lalu memutuskan untuk menyerah.
Pada tanggal 9 Mei 1942, pasukan Sekutu yang rata-rata sudah kelelahan dan kelaparan serta bertempur terus hingga tiga bulan akhirnya memutuskan menyerah kalah.
Akibat penyerahan pasukan Sekutu membuat seluruh Filipina sepenuhnya berada di bawah kekuasaan Jepang.
Keputusan pasukan Sekutu untuk menyerah itu membuat puluhan ribu pasukan, 60.000 tentara Filipina dan 15.000 tentara AS jadi tawanan perang Jepang dan mendapat perlakuan tidak manusiawi.
Untuk memindahkan puluhan ribu tawanan dari Bataan ke kamp tahanan, O’Donnel yang berjarak lebih dari 100 km semua tawanan dipaksa berjalan kaki dan tanpa perbekalan.
Setiap pelanggaran seperti ketahuan membawa bekal, menolong rekan yang sekarat, dan lainnya akan langsung dieksekusi oleh pasukan Jepang.
Sebenarnya Jenderal Wainwright telah mengajukan tawaran agar para tawanan diangkut memakai truk US Army tapi tawaran itu ditolak mentah-mentah oleh komandan pasukan Jepang di Filipina, Jenderal Homma.
Penolakan Homma yang mencerminkan kebiadaban itu terjadi karena akibat perlawanan Sekutu di Bataan yang dilancarkan secara mati-matian telah mengakibatkan kerugian besar pasukan Jepang.
Akibat paksaan long march dan dikenal sebagai Dead March itu lebih dari 16.000 tawanan Sekutu tewas sebelum mencapai Camp O’Donnel.
Sedangkan pada minggu pertama di lokasi kamp tawanan, sebanyak 16.000 pasukan Filipina tewas dan 1000 pasukan AS lainnya juga tewas.
Sedangkan jumlah total korban selama invasi Jepang ke Filipina di pihak AS dan Filipina lebih dari 140.000 pasukan tewas.
Sebanyak 30.000 korban tewas berasal dari pasukan AS dan 110.000 dari pasukan Filipina. Sedangkan korban jiwa di pihak Jepang sebanyak 12.000 prajurit tewas.