Find Us On Social Media :

Ronggowarsito, Pujangga Keraton Surakarta Ini Sudah Meramalkan Hari Kematiannya

By K. Tatik Wardayati, Rabu, 5 September 2018 | 19:30 WIB

Yang oleh almarhum Prof Dr. Muhammad Yamin, dilukiskan sebagai seorang pujangga Indonesia paling banyak menghasilkan buah pikiran dan buah pena.

Sampai imenjelang usia 12 tahun, dibawah pengawasan pelayan pribadi Ki Tanujaya, Burhan tetap tinggal di rumah kakeknya. Sang kakek, kelak bernama Kyai Yasadipuro ke II, tokoh terkenal dalam kalangan kesusasteraan Jawa.

Meskipun dengan latar belakang semacam itu, Burhan tidak pernah menunjukkan perhatian cukup berarti terhadap bidang yang telah dihayati sejak lama oleh keluarga dan nenek moyangnya.

Menginjak dewasa, tetap diikuti Tanujaya, Burhan dikirim belajar dipondok pesantren Gerbang Tinatar, Ponorogo, Jawa Timur. Dua bulan dalam perantauan, kemajuan pelajaran sama sekali tidak diperoleh.

Baca Juga : Jika Sedang di Solo, Mampirlah ke Taman Balekambang yang Hijau dan Bersejarah

Harapan seluruh keluarga bahkan hampir melenyap, ketika kebandelannya memuncak dengan lari dari Ponorogo. Menuju kota Madiun, mencari kehidupan sebagai pedagang kecil di tengah pasar.

Berbagai upaya terus dilakukan, agar Burhan bersedia kembali ke tempat pendidikan. Begitulah, lambat laun, ia menyadari perlunya seseorang mengikuti pelajaran. Berkat didikan keras dan  berdisiplin dari Kyai Imam Bestari, Burhan mulai luluh kenakalannya. 

Bahkan, berkat kemauan yang tumbuh kuat, ia mampu mengejar segala ketertinggalan pelajaran ditandai dengan pengangkatan selaku wakil Kyai Imam Bestari dikala memberikan pelajaran.

Tiga tahun menamatkan pendidikan di pondok pesantren Ponorogo, ia kembali ke kota Solo, ke rumah Pasar Kliwon. Dididik langsung oleh kakeknya dalam bidang kesusasteraan, Burhan kemudian diserahkan kepada Gusti Bimunata untuk memperdalam pengetahuan mengenai ilmu kejawen.

Baca Juga : Bukan karena Hal Mistik, Inilah Alasan Mengapa Masyarakat Jawa Menganggap 'Sakral' Bulan Suro

Segala pelajaran tahap pertama berakhir dengan diangkatnja Burhan masih dalam usia 17 tahun, sebagai pegawai Kraton dalam pangkat Carik dengan panggilan nama baru; Ronggo Pujangganom.

Memakai nama itu pula, ia melangsungkan perkawinan pertamanya dengan  Raden Ajeng Gombak, puteri Adipati Cakraningrat dari Kediri, Jawa Timur. Seorang gadis yang pernah ditemuinya, ditengah pasar Madiun, ketika Burhan menjadi pedagang barang loak.