Find Us On Social Media :

Tradisi Hukuman Pancung Memang Mengerikan, Tapi Mengapa Masih Dipraktikkan di Sejumlah Negara?

By Moh Habib Asyhad, Sabtu, 27 Mei 2017 | 19:00 WIB

Hukuman pancung, meski mengerikan nyatanya masih banyak dipraktikkan.

Intisari-Online.com - Sesungguhnya aksi pemenggalan kepala yang ditujukan untuk menteror publik sudah tak asing dan kerap terjadi di sejumlah negara termasuk Indonesia.

Semasa pendudukan Jepang di Indonesia hukuman puancung yang dilakukan tentara Jepang menggunakan pedang samurai sudah merupakan berita biasa.

(Baca juga: Dari 10 Hanya 1 Penembak dalam Hukuman Mati yang Berpeluru Tajam: Inilah Serba Serbi Prosedur Hukuman Mati Di Indonesia)

Dalam tradisi Samurai di Jepang sendiri hukuman sepuku (bunuh diri) yang dilaksanakan dengan memenggal kepala musuhnya bahkan menjadi ritual yang disakralkan.

Sesuai keyakinan seorang Samurai, jika musuh sudah mengaku kalah, ia harus menerima rasa malu atas kekalahan itu dengan melakukan ritual bunuh diri, sepuku atau harakiri.

Selain sebagai ritual sepuku, tradisi memenggal kepala ternyata dipakai juga oleh pasukan Jepang untuk menebarkan teror.

Untuk menghemat peluru pasukan Jepang dalam PD II bahkan membaringkan semua tawanan lalu mengeksekusinya dengan tusukan bayonet.

Jika masih ada tawanan yang susah mati, komandan eksekutor akan langsung memenggal kepalanya.

Seorang pilot tempur Jepang setiap menjalankan misi tempur bahkan selalu membawa pedang Samurai.

Suatu kali dalam dogfight seorang pilot Jepang berhasil menembak satu pesawat sekutu yang kemudian terpaksa mendarat darurat di tanah lapang.

Pilot Jepang ternyata ikut menyusul mendarat darurat di tanah lapang itu.

Pilot itu keluar dari pesawat sambil menghunus pedang lalu memenggal kepala pilot Sekutu yang sudah tak berdaya dan menyerah.