Intisari-Online.com – Dalam beberapa kasus kematian yang terjadi akibat hukuman mati tidak secepat yang dibayangkan dan malah meninggalkan kepiluan. Berikut ini susahnya sebuah kematian setelah hukuman mati.
10 Agustus 1982. Hukuman mati dengan kursi listrik bagi Frank J. Coppola di negara bagian Virginia. Kendati tak satu pun media menjadi saksi eksekusi itu, salah satu jaksa memberi kesaksian bahwa proses hukuman mati itu memerlukan waktu “lama”, 175 detik. Pada sentakan ke-2 tercium bau dan suara mendesis membakar tubuh. Kepala Coppola dan tangannya dipenuhi oleh api. Asap memenuhi kamar eksekusi itu.
10 Maret 1992. Hukuman mati dengan suntikan kepada Robyn Lee Parks di negara bagian Oklahoma. Tubuh Parks memperlihatkan perlawanan dua menit sesudah obat-obatan mematikan itu disuntikkan. Otot-otot rahang, leher, dan perut mulai bereaksi tidak teratur selama lebih kurang 45 detik. Parks masih mengembuskan napas dan bereaksi keras akibat sumbatan dalam mulut sampai kira-kira 11 menit sejak obat pencabut nyawa dimasukkan. Salah satu wartawan, Wayne Greene, yang menyaksikan eksekusi itu berkomentar, “Proses kematian itu terasa brutal, menyakitkan, dnan menakutkan.”
7 November 2001. Jose High dari negara bagian Georgia. High baru dinyatakan meninggal setelah 1 jam 9 menit sejak eksekusi dimulai. Setelah berusaha menemukan nadi selama 15 – 20 menit teknisi medis darurat meninggalkan terpidana. Akhirnya satu jarum bisa ditusukkan ke tangan High dan dokter berhasil menyuntikkan jarum kedua antara bahu dan leher.
Jadi, bukan berarti hukuman mati lantas si terhukum langsung mati. Nyatanya, ada juga susahnya sebuah kematian setelah hukuman mati dilaksanakan. (Intisari April 2003)