Find Us On Social Media :

Kisah Bung Karno Jelang Kemerdekaan RI: Dari Dokter Ngelawak hingga Terpaksa Kencing di Lantai Pesawat

By Agustinus Winardi, Selasa, 14 Agustus 2018 | 06:00 WIB

Intisari-Online.com - Pada awal-awal Agustus 1945, kondisi pasukan Jepang yang bertempur di front Asia-Pasifik sudah sangat terdesak dan kekalahan perang Jepang sudah diambang mata.

Kondisi pasukan Jepang yang makin lemah itu ternyata diketahui juga oleh para pemuda di Indonesia yang sedang gigih memperjuangkan kemerdekaan di bawah pimpinan Soekarno (Bung Karno).

Para pemuda yang demikian semangat umumnya berusaha mempengaruhi Bung Karno agar melakukan serangan terhadap pasukan Jepang di Indonesia lalu merebut senjatanya.

Tapi Bung Karno cenderung menolak ajakan emosional itu itu karena pasukan Jepang yang sangat terlatih bertempur dan masih bersenjata lengkap pasti akan melakukan perlawanan. 

Tapi yang paling membuat Bung Karno pusing adalah desakan dari para pemuda untuk segera memproklamasikan kemerdekaan mengingat Jepang yang sudah akan memberikan kemerdekaan ke Indonesia masih diam saja.

Baca juga: Saat Bung Karno Batal Dibunuh Dengan Cara Keji: Dilempar dari Pesawat

Namun, Bung Karno tetap tak mau gegabah karena soal proklamasi kemerdekaan Indonesia memang harus dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Jepang.

Bung Karno sendiri hanya mau bertindak untuk meproklamasikan kemerdekaan setelah ada keputusan yang jelas dari Tokyo (Kaisar Hirohito).

Di tengah kebingungan Bung Karno menunggu keputusan dari Kaisar Jepang, pada 8 Agustus 1945, Jenderal Terauchi, Panglima Tertinggi Jepang di kawasan Asia Tenggara yang bermarkas di Vietnam memanggil Bung Karno dan Bung Hatta.

Seperti termaktub dalam Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, keberangkatan Bung Karno dan rombongan ke Vietnam harus bersifat sangat rahasia. 

Tapi Bung Karno sendiri justru merasa bingung atas perginya ke Vietnam yang harus dirahasiakan itu.

Baca juga: Bukan Dikawal Pasukan Khusus, Bung Karno Malah Dikawal Anggota Yakuza Ketika di Jepang

Untuk mengantisipasi segala kemungkinan, khususnya dalam soal berkomunikasi, Bung Karno bermaksud mengajak dokter pribadinya yang bernama Soeharto untuk ikut serta.