Penulis
Intisari-Online.com – Piala Dunia 2018 sudah berakhir. Prancis keluar sebagai juara Piala Dunia 2018.
Perayaan besar-besar dilakukan. Entah untuk Prancis yang menjadi juara, untuk Kroasia yang jadi juara dua, atau timnas Jepang yang disambut bak pahlawan.
Berbagai perayaan tersebut seakan membuktikan bahwa sepakbola masih menjadi olahraga paling populer di dunia.
Baik pertandingan lokal atau piala dunia seperti yang baru diselenggarakan di Rusia, olahraga tim ini sukses menjadi magnet bagi ratusan jutaan orang.
Baca juga:Inilah Kisah Kolinda Grabar-Kitarovic, Presiden Kroasia yang Curi Perhatian pada Piala Dunia 2018
Tetapi, siapakah atau di manakah nenek moyang dari permainan yang menggabungkan lari, tendangan, dan kerja sama tim itu berasal?
Menurut catatan arkeologi, orang China adalah yang pertama menjadikan tendangan bola ke gawang sebagai olahraga di abad ke-3 SM, kemudian permainan ini dikenal secara global saat sepak bola dibentuk di Inggris pada abad ke-19.
Namun, permainan bola yanng dilakukan dalam sebuah tim sebenarnya kali pertama dilakukan oleh orang Amerika sekitar 3.000 tahun lalu.
"Ide olahraga tim muncul di Mesoamerika," kata Mary Miller, seorang profesor sejarah seni di Universitas Yale yang mempelajari olahraga dilansir National Geographic, Minggu (15/7/2018).
Mesoamerika, wilayah sejarah yang terbentang dari Meksiko hingga Kosta Rika, memiliki perkembangan peradaban yang baik sebelum Columbus menemukan mereka.
Tiga ribu tahun lalu, kawasan itu dihuni oleh suku bangsa Teotihuacanos, Aztec, dan Maya. Meski dihuni oleh suku bangsa berbeda, Mesoamerika memiliki permainan bola yang sangat populer.
Jangan bayangkan bola yang mereka pakai sudah berupa bola karet seperti saat ini.
Di masa lalu, mereka membuat bola dengan zat yang berasal dari resin pohon. Untuk ukuran bola, bobotnya sangat berat.
"Mungkin inilah awal mula perkembangan bola karet yang terbentuk sejak ribuan tahun lalu. Bola yang mereka buat berongga dan beratnya lebih dari tujuh kilogram," terang Miller.
Baca juga:Pussy Riot yang Menerobos Masuk Lapangan saat Final Piala Dunia Bukan Kelompok Punk Sembarangan
Selain bentuk bola yang berbeda, aturan mainnya pun tidak sama dengan sekarang.
Di masa lalu, sebuah tim harus menggerakkan bola dengan menggunakan bagian tubuh tertentu, raket, atau kelelawar.
Nama permainannya pun beragam. Orang Aztec menyebutnya ullamaliztli, sementara orang Maya menyebut pok-ta-pok atau pitz.
Catatan arkeolog menyebutkan, permainan bola ini dibuktikan dengan ditemukannya lapangan dengan susunan batu dan memiliki ruang untuk menampung banyak penonton.
Permainan bola suku Aztec Selain catatan arkeologi, catatan sejarah juga telah membuktikan permainan bola di masa lalu.
Salah satunya catatan yang dibuat Diego Durán, seorang pendeta Dominuka yang menjadi saksi mata kehidupan Aztec sekitar tahun 1585.
Dalam deskripsi Diego, permainan bola dilakukan oleh dua tim. Aturannya, pemain harus melambungkan bola yang berat tadi menggunakan pinggul atau pantat sampai ke garis tengah dan menabrak dinding lawan hanya dengan satu pantulan.
Jika seorang pemain berhasil memasukkan bola ke ring lawan, maka timnya otomatis menang. Di sini, pemain dilarang menggunakan tangan dan kaki.
"Pemenang permainan akan dihormati karena telah mengalahkan banyak orang dan telah memenangkan pertempuran," tulis Diego Durán dalam catatannya.
Baca juga:Kisah Luka Modric, dari Anak Pengungsi di Zona Perang Sampai Bawa Kroasia ke Final Piala Dunia 2018
Mengingat bola di masa lalu sangat berat, tak heran jika catatan Diego mengungkap bahwa permainan ini sering membuat pemainnya cedera dan berisiko meninggal dunia. Terutama jika bola mengenai bagian tubuh pemain.
Permainan bola dan pengorbanan nyawa Menariknya, permainan bola ini dianggap sebagai sesuatu yang sakral dalam ritual keagamaan dan budaya perang di Mesoamerika.
Raja-raja Aztec diketahui turut bermain bola sebagai pengganti perang. Raja manapun yang menang berhak berkuasa atau berdiplomatik. Dalam budaya suku Maya dan Veracruz, taruhannya lebih tinggi, yakni nyawa.
Tidak jelas bagaimana spesifiknya, namun beberapa lapangan memiliki lukisan pemain berdarah.
Pengorbanan nyawa dan olahraga berkaitan erat dengan mitos penciptaan suku Maya, di mana ada sepasang kembar bermain bola mengalahkan seseorang yang berkuasa di neraka. Setelah itu, si kembar berubah wujud menjadi bulan dan matahari.
"Suku maya menganggap sedang berhadapan dengan dewa setiap kali melakukan permainan bola. Ada elemen sentral dan konflik antara manusia dan dewa," ujar Miller.
Miller mengatakan, meski ada bukti yang kalah dibunuh, namun beberapa arekolog abad ke-20 tidak percaya bahwa siapapun kecuali pemenang dapat terbunuh.
"Mereka tidak percaya bahwa suku Maya melakukan pengorbanan manusia. Namun kita tahu itu semua omong kosong, dan begitu juga gagasan bahwa setiap pemenang akan dikorbankan," ujar Miller.
Dalam mitologi Maya, tim yang kalah dari permainan bola akan dipenggal.
Terlepas dari ritus mengerikan dari permainan bola di masa lalu, menurut Miller semangat di dalam permainan tim yang terus hidup adalah salah satu yang harus dibanggakan.
Terlebih, jutaan pemain dan penonton telah terlibat dalam permainan bola, apapun jenisnya. (Gloria Setyvani Putri)
(Artikel ini telah tayang dikompas.comdengan judul "Piala Dunia 2018: Inilah Nenek Moyang Permainan Bola")