Find Us On Social Media :

Peringatan Peneliti: Wisata Seks di Asia Tenggara Memicu Meningkatnya Penyakit Kencing Nanah Super

By Moh Habib Asyhad, Sabtu, 31 Maret 2018 | 16:15 WIB

Intisari-Online.com - Pelacuran di Asia Tenggara telah memicu munculnya penyakit kencing nanah super alias gonore super (super gonorrhea).

Begitu para peneliti memperingatkan.

Peringatan itu datang ketika seorang laki-laki Inggris menjadi orang pertama di dunia yang mengalami strain infeksi menular seksual (STI)—beberapa menyebut penyakit menular seksual (PMS)—yang resisten terhadap hampir semua perawatan.

Menurut para pakar yang menangani kasus pria Inggris itu, dua antibiotik yang biasanya digunakan untuk mengobati infeksi ini tidak berdaya sama sekali.

Pria yang tidak disebutkan namanya itu, yang mempunyai pasangan di Inggris, mendapati dirinya memiliki STI setelah melakukan pengujian sebulan penuh setelah kembali dari Asia.

(Baca juga: Hati-hati, Gonore Semakin Sulit Diobati)

Di wilayah beriklim tropis itu, laki-laki disebut melakukan “kontak seksual” dengan sejumlah perempuan.

Dr Gwenda Hughes, kepala bagian STI di Public Health England (PHE), mengatakan bahwa ini adalah untuk pertama kalinya sebuah kasus STI menunjukkan resistensi tingkat tinggi terhadap kedua obat yang telah diberikan.

Infeksi itu, tambahnya, juga resisten terhadap sebagian besar antibiotik yang biasa digunakan untuk pengidap STI.

Sementara menurut Prof. Johnjoe McFadden, seorang ahli genetika molekular di Surrey University, para pekerja seks komersial di beberapa tempat hiburan populer, termasuk Thailand, disebut telah memicu kenaikan resistensi antibiotik.

“Siapa pun yang sering berhubungan seks (dengan pelacur) lebih mungkin terserang gonore dan semakin sering, semakin besar kemungkinan mengalami strain yang resisten,”ujarnya kepaa Mail Online.

Meskipun menolak menyalahkan sepenuhnya kepada para pekerja seks komersial, ia tetap berasumsi bahwa yang paling sering berhubungan seks di dunia ini adalah mereka.

“Penyakit ini sangat mengkhawatirkan karena tidak ada obat-obatan yang jelas yang dapat mengalahkan strain itu,” tambah Dr. Richard Stabler dari London School of Hygiene & Tropical Medicine.