Penulis
Intisari-Online.com -Sebagai Presiden AS yang ke-36, Lyndon Baines Johnson lebih (JLB) dikenal sebagai presiden yang mendalangi keterlibatan AS dalam Perang Vietnam.
Johnson yang dilahirkan pada 27 Agustus 1908 di Texas, AS, semula adalah Wakil Presiden ketika Amerika dipimpin John F. Kennedy.
Tetapi Kennedy yang sebenarnya tidak mendukung adanya peperangan di Vietnam malah tewas ditembak pada 22 November 1963 di Dallas.
Maka secara otomatis Johnson-lah yang menggantikan Kennedy.
Pada pemilihan presiden tahun 1964, Johnson kembali terpilih setelah mengalahkan lawannya dari Partai Republik, Senator Barry Goldwater.
Dalam masa pemerintahannya, Johnson sebenarnya menghadapi dilema soal Perang Vietnam.
Di satu pihak dia berkomitmen melaksanakan dukungan dan bantuan militer langsung AS terhadap Vietnam Selatan yang terancam komunis.
Namun di pihak lain, dia yakin bahwa akhirnya yang paling menentukan adalah orang Vietnam sendiri.
Tahun 1964 kekuatan militer Amerika di Vietnam mulai ia tambah dari 16 ribu menjadi 25 ribu personel.
Resminya mereka adalah penasihat militer, namun dari waktu ke waktu mereka pun semakin terlibat ikut bertempur.
Sewaktu keadaan bertambah genting, maka LBJ memerintahkan serangan udara terhadap Vietnam Utara menyusul pecahnya insiden Teluk Tonkin pada Agustus 1964.
Dengan demikian Johnson semakin ‘mengamerikakan’ peperangan di Vietnam, dan dengan cepat pasukan daratnya pada akhir tahun itu ditambah menjadi 180 ribu orang.
Dua tahun berikutnya jumlah itu naik lagi dua kali lipat. Eskalasi ini memang untuk sementara mampu memperlamban kekalahan Vietnam Selatan, namun infiltrasi dari utara tetap saja mengalir.
Dalam perang Vietnam ini, Johnson menghadapi dua kelompok pengecam politiknya.
(Baca juga:Kekurangan Bom saat Perang Vietnam, Pesawat-Pesawat Tempur AS Jatuhkan Toilet-Toilet Bekas)
Satu pihak menganggapnya terlalu gampang memakai kekuatan militer, sementara pihak lain malah menilainya kurang berani mengerahkan kekuatan militernya.
LBJ menolak tuntutan agar pengeboman terhadap Vietnam Utara dihentikan, sementara penambahan pasukan berjalan terus.
Sehingga, tahun 1968 jumlah tentara Amerika di Vietnam hampir mencapai 500 ribu personel.
LBJ percaya akan optimisme panglimanya di Vietnam, JenderalWestmoreland.
Namun, di lapanganyang terjadi malah sebaliknya, karena tahun 1968 ternyata Vietnam Utara mampu melancarkan ofensif mendadak pada saat tahun baru Tet.
Hal ini membuat frustasi LBJ yang akhir tahun itu akan menghadapi pemilihan presiden.
LBJ menyatakan tidak akan ikut pilpres lagi, dan mengharapkan akhir masa pemerintahannya dapat menyelesaikan Perang Vietnam.
Karena itu, ia memerintahkan penghentian pengeboman atas Utara mulai 1 November 1968, dengan harapan perundingan perdamaian di Paris lebih cepat membuahkan hasil positif.
Namun sampai dia meninggalkan Gedung Putih pada 20 Januari 1969, LBJ belum melihat tanda akan berakhirnya perang di Vietnam.
(Baca juga:Pesawat Hercules C-130 yang Dirancang Kelly Johnson Sempat Dianggap Bisa Datangkan Bencana)
Bahkan pasukan AS yang gugur terus bertambah sehingga Johnson merasa dirinya telah menjerumuskan tentara-tentara muda AS ke liang kubur yang digalinya sendiri.
Dia mewariskan persoalan itu kepada penggantinya, Richard M.Nixon. Setelah pensiun, Johnson menulis memoarnya.
Dia meninggal dunia pada 22 Januari 1973 di kediamannya di Johnson City, Texas.