Mustafa Kemal Ataturk, Hanya Bermodal 500 Tentara Berhasil Kalahkan 15 Ribu Pasukan Sekutu

Moh Habib Asyhad

Penulis

Mustafa Keml yang dianggap sebagai pahlawan mengambil inisiatif dengan membubarkan pemerintahan lawas, Kesultanan Turki.

Intisari-Online.com -Banyak orang menyangka kalau Mustafa Kemal Ataturk tak lebih dari seorang pemimpin pemerintahan yang berprestasi.

Lebih dari itu, sejatinya pria kelahiran Yunani ini justru berkibar berkat kepiawaiannya di medan perang.

Pengalaman militer Mustafa dimulai tahun 1899 saat dirinya diterima di sekolah militer Harbiye College, Instanbul.

Di lingkungan pendidikan rekan-rekannya kerap memberi julukan Kemal.

Atau bisa diartikan sebagai kesempurnaan. Ia lebih suka memakai julukan ini ketimbang nama aslinya, Rizi.

Masa pendidikan dirampungkan selama enam tahun.

Sebagai perwira muda Mustafa ikut dalam gerakan revolusi Pemuda Turki (Young Turk).

Enam tahun berikutnya saat Italia mengivasi Libya (1911-1912), Mustafa sudah menyandang pangkat mayor.

Namanya mulai jadi perhatian ketika pada tahun 1915 memegang jabatan sebagai komandan Divisi ke-19 Pasukan Turki (19th Turkish Division) dengan pangkat kolonel.

Saat PD I pecah satuan ini ditempatkan di Semenanjung Gallipoli (Battle of Gallipoli) di bawah supervisi seorang perwira tinggi Jerman, Liman von Sanders.

Baginya Gallipoli merupakan ajang uji coba perdana segala kemampuan militer yang didapatnya selama masa pendidikan.

Bukan sebagai simulasi melainkan medan tempur sesungguhnya.

Sebagai langkah awal agar mampu menangkal serangan lawan (Sekutu), Mustafa benar-benar menerapkan ritme latihan plus tingkat kedisiplinan yang begitu tinggi pada seluruh pasukannya.

Februari 1915 posisi 19th Turkish Division digeser ke lokasi baru di Maidos, sebelah timur Semenanjung Gallipoli.

Tanpa membuang waktu Mustafa melakukan observasi kondisi medan.

Nalurinya sebagai ahli perang mengatakan, sekutu bakal melakukan pendaratan di Gallipoli.

Ada dua titik yang dianggap sebagai tempat paling ideal buat menggelar operasi amfibi.

Masing-masing adalah Sedd-el-Bahr serta Gaba Tepe yang terletak di wilayah Pantai Barat semenanjung.

Sebagai langkah lanjut Mustafa lantas memutuskan untuk memperkuat posisi kedua tempat tadi sekaligus mengasah kemampuan taktik tempur antipendaratan amfibi.

Keyakinan Mustafa tadi makin kuat tatkala sekutu akhirnya melakukan bombardemen terhadap posisi-posisi baterai artileri pantai Turki di sekitar kedua wilayah tersebut.

Sebagai langkah antisipasi, ia menyiapkan segala taktik untuk membendung serbuan.

Pada 25 April 1915, Sekutu benar-benar melakukan pendaratan di Semenanjung Gallipoli.

Hanya berbekal 500 orang personel ia mampu menahan serbuan hingga menjelang malam.

Padahal dari segi kuantitas, pasukan Sekutu jauh lebih unggul.

Tercatat pada pukul lima pagi mereka menurunkan sekitar 5.000 orang.

Menjelang siang angka ini membengkak menjadi 15.000 orang.

Di bawah pimpinan langsung Mustafa pasukan Turki berhasil mematahkan langkah inisiatif Sekutu.

Bahkan saat Sekutu mengirim elemen perkuatan yang berasal dari gabungan pasukan Australia dan Selandia Baru (Anzac).

Keberhasilan Mustafa menahan Sekutu di Gallipoli membuat dirinya dipromosikan menjadi komandan korps front pertempuran di Anatolian.

Kehebatannya sebagai panglima perang kembali dibuktikan dengan merebut sejumlah wilayah di Caucasus dari tangan Rusia pada bulan Agustus 1916.

Setelah digeser ke Palestina, pegalaman tempur Mustafa dalam PD I berakhir di Aleppo.

Selama menjadi panglima perang Mustafa Kemal tak pernah dikalahkan oleh lawannya.

Begitu PD I berakhir Mustafa Kemal merasa terpanggil untuk menyelamatkan Turki dari persoalan integritas.

Maklum kala itu Sekutu sebagai pemenang PD II berusaha mempreteli wilayah kedaulatan Turki sedikit demi sedikit.

Sebagai langkah nyata Dewan Nasional yang berkedudukan di Ankara mengangkat MustafaKemal menjadi presiden pada tahun 1920.

Dewan ini tak lain merupakan pemerintahan tandingan bagi Pemerintah Turki yang berkedudukan di Istanbul.

Alhasil wajar bila pengangkatan tadi membuat Istanbul berang dan menjatuhkan sanksi hukuman mati bagi Mustafa Kemal.

Beruntung bagi Mustafa. Pada saat yang sama Yunani melakukan invasi ke Turki melalui Izmir.

Mustafa Kemal yang saat itu memegang jabatan sebagai panglima angkatan bersenjata mampu menahan sekaligus mengalahkan serbuan pasukan Yunani.

Kemenangan atas Yunani ini ternyata membawa perubahan besar bagi Turki.

Sesuai degan perjanjian damai Lausanne, Juli 1923, Turki dinyatakan bebas dari tentara asing serta mendapat hak atas wilayah Dardanelles.

Ini artinya niat Sekutu buat menggerogoti Turki pupus sudah.

Lebih dari itu di dalam negeri Turki sendiri terjadi perubahan sistem pemerintahan.

Mustafa Keml yang dianggap sebagai pahlawan mengambil inisiatif dengan membubarkan pemerintahan lawas, Kesultanan Turki.

Sebagai gantinya didirikanlah Republik Turki pada tahun 1923 yang tetap berdiri sampai sekarang.

Sejak tahun 1934 nama Mustafa Kemal selanjutnya lebih dikenal dengan Mustafa Kemal Ataturk. Atau “Bapak Turki Modern”.

Artikel Terkait