Namun, karena yang tergantung itu cuma dumi, kami segera mempergunakan katrol yang disangkutkan ke rantai untuk menurunkan kantung pasir dan mengembalikan posisi pintu jebakan.
Tangkai pengungkil dikembalikan, diganjal dan "dikunci".
Perlu matematika
Hari terakhir kami pakai untuk menghitung berapa jauh terpidana mati harus dijatuhkan supaya ia meninggal dengan cepat. Sebetulnya ada tabelnya, tetapi kami harus belajar menghitung sendiri dengan rumus tertentu.
Pria yang beratnya 70 kg, umpamanya, harus dijatuhkan hampir 2,5 m. Mula-mula tali gantungan diukur 13 inci (± 33 cm) dari ujungnya, tepatnya dari tengah logam yang berlubang.
Titik itu diberi tanda dengan kapur, lalu dari tanda itu diukur panjang jarak jatuh yang diperlukan. Titik kedua ini diberi tanda lagi dengan kapur. Kini harus diketahui berapa tinggi orang yang akan digantung itu.
Kalau tingginya 1,70 m, rantai harus disesuaikan agar tanda kapur kedua jatuh pada ketinggian itu. Barulah tali diikatkan.
Berjam-jam lamanya kami latihan menghitung panjang jatuh pelbagai terpidana mati khayalan, yang tingginya berbeda-beda. Matematika merupakan mata pelajaran yang saya kuasai dengan baik di sekolah, jadi hitung-menghitung begini bukan masalah.
Apalagi bagi Dickinson yang ahli matematika. Pollard dan Harry sebaliknya, agak kerepotan.
Setelah itu kami mengulangi lagi pelajaran dari semula: mengikat tangan dan kaki, mengantar ke pintu jebakan, mengaiungkan tali, mendorong pengungkil pintu jebakan. Makin lama kami makin mahir dan rasa percaya diri pun makin besar.
Hari Jumat kami menjalani ujian tertulis. Pertanyaan pertamanya: "Berapa panjang jarak jatuh yang harus diberikan kepada seseorang yang beratnya 12,5 stone (± 79,5 kg)?"
(Baca juga: Rakyat Inggris Heboh Karena Pangeran William Akan Memiliki Anak Ketiga, Ramalan Soal Nama Bermunculan)
Pertanyaan kedua bunyinya: "Jelaskan dengan kata-katamu sendiri tugas seorang algojo dan asisten algojo."
Susah juga menjawab pertanyaan kedua ini, tetapi untung saya teringat pada kata-kata kepala Penjara Lincoln, 'Yang paling penting untuk diingat oleh algojo dan asistennya ialah bahwa mereka itu hamba-hamba hukum. Perasaan tidak boleh dibawa dalam menjalankan tugasnya."
Setelah kalimat-kalimat itu sih gampang, saya tinggal menjelaskan garis besar yang harus dilakukan oleh algojo dan asistennya.
Saya akhiri jawaban itu dengan menyatakan bahwa algojo dan asistennya tidak boleh berada di bawah pengaruh alkohol pada saat menjalankan tugas. la juga harus bisa memegang rahasia dan tidak boleh menarik-narik perhatian.
Ternyata William Pollard tidak lulus, sehingga kami tinggal bertiga menjalani ujian praktek dengan disaksikan juga oleh kepala penjara dan pembantunya yang memegang stopwatch.
Saya ditugaskan menjadi algojo, Harry menjadi asisten algojo dan George menjadi orang yang digantung. Kami mulai dari sel tempat terpidana mati dikurung.
George duduk di dalam, Harry dan saya berdiri di luar pintu. Kepala penjara memberi aba-aba, "Mulai!"
Kami masuk dengan gesit tapi tenang ke sel. George menoleh, lalu berdiri ketika kami menepuk pundaknya dengan perlahan. Kami menelikung tangannya, lalu saya berjalan diikuti George dan Harry ke kamar eksekusi, langsuhg ke tengah pintu jebakan yang sudah diberi tanda dengan kapur.
Begitu George berdiri di tempat yang ditentukan, saya menyelubungi kepalanya dan mengalungkan tali gantungan ke lehernya. Saya tidak usah menepuk bahu Harry yang mengikat pergelangan kaki George, karena ia sudah siap.
Saya melompat sambil sekalian mengulurkan tangan ke pengungkil. Belum sampai saya menyentuh alat itu, kepala penjara sudah berteriak, "Berhenti!"
Saya menoleh dengan tercengang. Ternyata wajahnya pucat pasi. Rupanya ia begitu terbawa oleh suasana, sehingga mengira George benar-benar akan digantung. "Empat puluh lima detik!" seru pembantunya yang memegang stopwatch.
(Baca juga: Bersama Harun, Usman Jadi Pahlawan Nasional Setelah Berbuat 'Jahat' dan Dihukum Mati di Singapura)
Kami merasa puas, sebab 45 detik adalah kecepatan tertinggi yang pernah kami capai dalam latihan. Itulah akhir dan latihan kami.
Sejak saat itu saya tidak pernah bertemu atau mendengar tentang William Pollard. Karier Dickinson sebagai penggantung ternyata pendek saja. Saya dengar dari algojo Pierrepoint bahwa Dickinson tidak tahan.
Setelah sekali membantu Pierrepoint mengeksekusi orang, jasanya tidak pernah diminta lagi, karena ia dianggap memble.
(Artikel ini pernah dimuat di Majalah Intisari edisi April 1990)
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR