Advertorial
Intisari-Online.com – Tak dinyana, tanah kapur bekas galian pabrik semen itu berubah menjadi taman yang disebut-sebut salah satu yang terindah di dunia: Butchart Gardens.
Patut disyukuri para perintis yang dulu membangunnya dengan visi jauh ke depan.
Ketika pemerintah Jakarta berniat membuang sampah yang sudah diolah ke Pulau Bangka untuk mengisi bekas galian timah, saya teringat pada Butchart Gardens di Pulau Victoria, British Columbia, Kanada, yang belum lama berselang saya kunjungi.
Kebun tersohor yang dianggap salah satu taman terbaik di dunia itu dulunya bekas galian batu kapur, bahan baku untuk pabrik semen Portland.
Pulau Victoria bisa dicapai dari Vancouver dengan naik bus dan disambung dengan feri penyeberangan.
Menurut pemandu wisata, sehari-hari pulau itu sepi karena yang tinggal kebanyakan kaum pensiunan.
Orang yang masih aktif akan kesepian. Namun, pada akhir minggu atau masa liburan, banyak orang kota, bahkan para turis, mendatangi Taman Firdaus itu.
Konon pada malam hari Butchart Gardens indah sekali, terutama " pada bulan Juli" dan Agustus.
Itu karena setiap malam Minggu selama dua bulan itu diadakan pertunjukan kembang api.
Pionir semen
Bekas galian itu mungkin tetap menjadi lubang menganga andaikata si pemilik pabrik semen tidak menikah dengan wanita yang mempunyai visi jauh ke depan.
Cerita berawal dari Robert Pim Butchart yang lahir di Owen Sound, Ontario, pada tahun 1856. Sewaktu muda, ia menulis surat kepada seorang teman bahwa pendidikan sekolah yang dia dapatkan percuma saja.
Namun, pendapatnya berubah total setelah setahun bekerja di bisnis perangkat keras (hardware) keluarga di bawah pengawasan ketat ayahnya.
Tahun 1888 Robert Pim meninggalkan perusahaan keluarga itu, dan bersama beberapa teman mulai membuat semen Portland.
Pionir semen Kaada itu mulai melakukan inovasi dalam semua tahap pembuat semen.
Namun, industri baru bisa melaju setelah mereka berhasil meyakinkan para insinyur agar bersedia menerima semen produknya dalam kantung, tidak dalam drum tradisional yang sulit ditangani.
Karena pembangunan kota maju pesat, pabrik semen mulai dibangun di beberapa tempat di Kanada dan Amerika.
Butchart berinisiatif melakukan ekspansi ke arah barat dan tiba di Victoria permulaan abad lalu. la mendengar di sana ada deposit batu kapur di sekitar 14 mil ke utara Semenanjung Saanich.
Ketika menyelidiki daerah di Tod Inlet, ia menyimpulkan bahwa kondisi tanah itu cocok untuk membangun pabrik semen.
Keluarganya juga merasa, tanah lapang di dekat perairan yang terlindung itu baik untuk dijadikan tempat tinggal.
Bagian pertama rumahnya diselesaikan tahun 1904, dan semen pertama produksi tempat itu dikirim tahun 1905.
Jennie Foster Kennedy, istri Robert Butchart, mengaku, sesungguhnya tidak tahu banyak tentang kegiatan berkebun.
Namun, ia sangat senang manakala diberi beberapa bibit tanaman bunga oleh seorang teman.
Ketika kemudian bibit itu ditanam di rumah barunya, ia tidak menyadari bahwa hal itu merupakan cikal-bakal sederhana dari suatu petualangan hortikultura besar.
Jennie muda yang berasal dari Toronto memang selalu melakukan segala sesuatu yang dia minati dengan penuh antusiasme. Ia paling suka olahraga berkuda.
Sebagai pelukis amatir pun ia pernah mendapat beasiswa untuk belajar seni di Paris. Tapi ia menolak tawaran itu karena akan menikah dengan Butchart.
Sebagai wanita muda ia pernah juga ter bang bersama Bleriot, penerbang pertama Prancis, orang pertama yang melintasi Terusan Inggris.
Menyulap lubang raksasa
Ketika mulai menetap di Tod Inlet, keluarga Butchart sudah mempunyai dua putri dewasa, Jennie dan Mary.
Kedua putri itu, bahkan setelah menikah, sangat memperhatikan kebun karya orang tuanya.
Dengan cepat rumah keluarga Butchart dikelilingi kebun pribadi.
Di salah satu bagian terdapat Taman Jepang yang dibuat di lereng utara menuju pantai Butchart Cove, teluk kecil di Tod Inlet.
Kapal pesiar Mister Butchart biasanya ditambatkan di sana.
Lapangan rumput luas dibatasi dengan tanaman permanen – tanaman yang tidak perlu diganti setiap tahun - menuju pintu torii merah yang merupakan pintu masuk Taman Jepang.
Ke arah selatan, di antara rumah tinggal dan pabrik semen, ada bekas galian tambang sedalam sekitar 16 m dengan bongkahan batu dan genangan air di sana-sini.
Selama 15 tahun tempat itu menghasilkan batu kapur dan tanah liat untuk bahan semen.
Ketika berdiri di pinggir lubang raksasa itulah rupanya Ny. Butchart mendapat ide cemerlang.
Bongkahan batu dikumpulkan dan ditumpuk di beberapa tempat Itu menjadi dasar dari beberapa kebun bunga yang agak tinggi dengan aneka pembatas.
Berton-ton humus didatangkan dari lahan pertanian tak jauh dari situ, caranya dengan diangkut kuda dan kereta.
Tempat yang akan ditanami pohon dipilih dengan cermat.
Bagian paling dalam dari bekas tambang diplester dan diisi air, dijadikan danau dengan air terjun dan sungai kecil.
Dinding taman yang suram ditutupi bermacam-macam tananian gantung.
Hanya dalam beberapa tahun lubang tak berarti itu disulap menjadi Sunken Garden yang sedap dipandang.
Kisah mengenai taman indah milik keluarga Butchart cepat menyebar.
Mula-mula hanya di kalangan teman dan kenalan, hingga akhirnya berdatangan orang yang sama sekali tak dikenal ingin mengagumi taman.
Pasutri Butchart menyebut rumahnya "Benvenuto", kata Italia untuk "selamat datang". Yang unik, setiap tamu dijamu dengan teh.
Konon, pada. tahun 1915 saja disajikan teh untuk 18.000 pengunjung.
Tanpa sungkan Ny.Butchart kadang-kadang secara incognito menyajikan sendiri teh kepada para tamu. Pernah terjadi, seorang tamu pria ingin memberinya tips.
Apa jawabannya? "Terima kasih, Sir. Nyonya Butchart tua tidak akan setuju saya menerima sesuatu."
Tak hanya itu, wanita yang hangat dan sederharia itu bisa tiba-tiba masuk ke taman dan mengundang beberapa orang yang sama sekali tidak dikenalnya untuk makan malam.
Kepekaannya terhadap seni dan kombinasi warna bunga, juga sifat ramahnya, menjadi daya tarik bagi banyak orang.
Tuan Butchart sangat bangga akan hasil kreasi istrinya yang diciptakan dengan begitu bebas. Butchart sendiri menyemarakkan taman itu dengan koleksi burung.
Bahkan untuk mendapatkan spesies tertentu yang tidak biasa, ia tak segan bepergian jauh.
Di rumah mereka juga memelihara burung-idara terlatih.
Sekarang tempat itu disebut Begonia Bower. Di tempat itu tampak sejumlah bebek berenang tenang di Star Pond, sementara tingkah seekor burung kakatua turut meramaikan suasana rumah.
Di Butchart Garden memang terdapat pemak-pernik unik. Di antaranya, di danau Sunken Garden, orang bisa memberi makan pelbagai jenis ikan air tawar langsung dari tangan.
Hal menarik lainnya, di taman yang indah itu tidak ada papan larangan. Namun, ada satu pohon bertuliskan "Carve initials here" (ukir inisial nama di sini). Tujuannya, untuk melindungi pohon lain dari corat-coret.
Tulip impor dari Belanda
Dari masa ke masa Butchart Garden terus berkembang. Bekas lapangan tenis berada di bawah sayap baru rumah yang ada lintasan bowlingnya.
Selain itu ada kolam renang air asin dikelilingi dinding yang penuh kandang burung. Itulah tempat rekreasi anak-cucu Butchart.
Tahun 1930 dibangun, taman mawar dan ruang kaca untuk tanaman. Dibuat pula jalan baru dengan semen Butchart yang sepanjang tepiannya ditanami 566 pohon ceri dari lepang.
Jalan sepanjang 1,6 km itu diberi nama Benvenuto Avenue.
Pada musim dingin pasutri Butchart selalu melakukan perjalanan ke luar negeri, untuk mencari bahan baru bagi taman mereka.
Namun, pada setiap musim semi keduanya telah kembali untuk mengurusi taman tercinta mereka itu.
Perang Dunia II merupakan masa sulit. Tak ada orang bisa membantu mereka mengurus taman. Karena kesehatan Butchart yang mundur dan faktor usia lanjut, pasangan itu pindah ke Victoria.
Butchart meninggal tahun 1943, sedangkan istrinya berpulang tahun 1950. Usia keduanya mencapai lebih dari 80 tahun.
Kedua putrinya meneruskan mengurus taman itu mungkin sampai R. Ian Ross, putra Jennie, kembali dari dinas militer di Royal Canadian Navy.
Selanjutnya memang Ian Ross yang ditunjuk sebagai ahli waris taman itu.
Tanggung jawab mengembalikan taman itu ke keindahan semula jatuh pada Ross dan istrinya, Ann-Lee. Bahkan ia bertekad membuatnya lebih indah lagi.
Tahun 1954 mulai dipasang lampu-lampu yang menyala pada malam hari untuk merayakan ulang tahun ke-50 Butchart Gardens.
Sepuluh tahun kemudian dibangun Air Mancur Ross, tempat favorit wisatawan untuk membuat foto.
Tradisi mengadakan pertunjukan malam dimulai tahun 1950, dan terus, berlangsung sampai sekarang.
Bahkan pertunjukan tetap diadakan manakala terjadi peristiwa menyedihkani saat Ross meninggal, pada Februari 1997.
Butchart Garden tahun 2002 mungkin agak berbeda dengan misalnya dua tahun sebelumnya. Itu karena ada jenis bunga yang harus diganti setelah musim semi tiba, dan tidak selalu dengan bunga yang sama.
Namun, ada jenis dan bedeng bunga yang dipertahankan karena sangat disukai Ny Butchart. Misalnya, untuk melengkapi koleksi setiap tahun diimpor dari Belanda lebih dari 135.000 umbi bunga tulip!
Bukan sekadar untuk keindahan, namun juga untuk menghormati sang perintis. Berkat kerja keras. dan kreativitasnya, kesan bekas tanah pertambangan pupus, lenyap tak berbekas.
(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Juni 2002)