Meski mereka bisa secara bareng-bareng melakukan ngaben dengan cara patungan toh tidak semuanya mampu.
Kenyataan inilah yang menyiratkan persepsi “miring” atas bencana alam ini. Sekelompok orang mensinyalir, meletusnya G. Agung tersebut merupakan pengejawantahan kemurkaan dewa-dewa karena tanah Bali masih kotor dan penuh dosa.
Seorang saksi mata yang sampai sekarang masih hidup, Mangkubaru (67), penduduk Banjar Karangsari, Desa Dalah, Kec. Abang, sekitar 10 km dari puncak G. Agung, sempat mengisahkan pengalaman uniknya.
Beberapa hari sebelum Agung meletus dia bermimpi. Sepertinya ada suara yang mengatakan bahwa seminggu lagi pawon (dapur) milik sang penunggu G. Agung akan menyemburkan api karena marah.
“Namun ketika arti mimpi itu diceritakan kepada masyarakat sekitar, saya malah dianggap orang gila. Mereka tidak percaya kalau G. Agung akan meletus,” akunya ketika ditemui di desanya.
Anna Mathews pun menggambarkan adanya kesan demikian. Seorang suci bernama Togog dari Karangasem sempat memberi pesan kepada Gria, sahabat Anna, agar memberitahukan penyelenggara Eka Desa Rudra untuk membatalkan perayaan tersebut.
Kalah tidak hal-hal buruk akan terjadi. Katanya, Bali harus dimurnikan karena masih banyak mayat orang bunuh diri yang tidak diaben secara sempurna dan masih banyak terjadi tindak kriminal di kampung-kampung.
(Baca juga: Sebuah Obyek Misterius Tertutup Kerang Ditemukan di Pantai Wales, Penampakannya Bikin Orang Bingung)
Betapa riuh rendahnya kontroversi soal ini membuat kalangan pers tertarik untuk menurunkan tulisannya.
Harian lokal Suara Indonesia terbitan Denpasar edisi 7 Maret 1963 menulis:
“Sejak beberapa hari lalu di Denpasar tersebar desas-desus, akan ada penculikan bocah-bocah untuk dikorbankan ke puncak G. Agung. Berita menyesatkan ini beredar di kalangan murid SD dan TK.
Terjadi kepanikan di antara mereka setiap kali pulang sekolah. Bahkan ada sekelompok orang tua yang kemudian melarang anaknya pergi ke sekolah dulu sebelum keadaan menjadi tenang.
Rumor ini membuat orang ragu untuk melanjutkan penyelenggaraan pesta Eka Dasa Rudra. Untung pihak kepolisian segera turun tangan dan menenangkan masyarakat bahwa berita itu tidak benar.”
Dalam surat terbuka yang ditulis di koran yang sama, gubernur Bali sampai harus memberi penjelasan bahwa Eka Dasa Rudra tetap berjalan terus, Tuhan Yang Maha Tinggi akan selalu melindungi kita semua.
Di tengah suasana itulah, bumi Bali terus bergetar dan terguncang. Beberapa kali puncak Agung mengeluarkan letusan hebat. Lava cair dan batu-batuan tersembur ke punggung-punggung gunung, melalap desa-desa di dekatnya.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR