Tapi pembakaran keduanya sebagai sumber energi menghasilkan produk sampingan yang disebut badan keton. Jika badan keton terakumulasi dalam darah, akibatnya darah menjadi lebih asam lalu timbul keracunan keton yang disebut ketoasidosis.
Baca Juga : Manfaat Lidah Buaya: Obat Kanker, Diabetes, hingga Kolesterol
Terlambatnya penanganan bisa menyebabkan penderita mengalami ketoasidosis parah yang akibatnya bisa sampai mengancam jiwa. Ironisnya, pasien ketoasidosis yang meninggal biasanya divonis meninggal karena gagal napas atau asidosis.
Dokter mungkin mengesampingkan dugaan DM tipe 1. Padahal biang keladinya kadar insulin yang rendah. Pasien yang keburu meninggal dunia tentu penyakitnya tidak sempat tercatat. Inilah mengapa banyak pasien DM tipe 1 di Indonesia tidak terdata.
Perlu insulin seumur hidup
DM saat ini belum bisa diobati dan baru bisa dikelola. Ini memang kabar buruk, terutama buat penderita DM tipe 1. Fakta ini harus diterima secara lapang dada oleh pasien dan keluarganya.
Meski begitu, pasien tetap punya kesempatan besar untuk memiliki kualitas hidup yang baik seperti orang sehat. Ini kabar baiknya.
Baca Juga : Waspada! Bau Mulut Terjadi Terus Menerus, Bisa Jadi Gejala Diabetes yang Harus Segera Diatasi
Anak penderita DM tipe- 1 harus mendapat pasokan insulin secara terus-menerus sepanjang hidupnya. Insulin didapatkan melalui suntikan secara berkala atau lewat alat khusus berupa “pompa insulin”.
Untuk bisa hidup sehat penderita harus melakukan kontrol metabolik yang ketat. Kadar glukosa darah harus selalu dijaga berada dalam batas nilai normal atau mendekati normal. Pasien dan keluarganya harus telaten.
Semua aspek hidup anak harus diperhatikan dengan sangat teliti, mulai dari makan, minum, sampai kondisi kejiwaaan anak. Jika mungkin, diabetesi anak idealnya diawasi oleh dokter endokrin anak, ahli gizi, psikolog anak, dan edukator.
Dalam urusan makan dan minum, pasien harus menjalani diet yang seimbang. Kebutuhan kalori per hari harus dihitung dengan memperhatikan usia, jenis kelamin, tingi badan, berat badan, serta data kecukupan kalori yang dibutuhkan. Soal ini, pasien dan keluarga sebaiknya berkonsultasi pada dokter gizi.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR