Sejumlah kegagalan dan kesalahan operasi tempur kerap terjadi dan trauma akibat Perang Vietnam mulai menghantui.
Akibat invansi militer ke Irak dan Afghanistan bahkan memunculkan kelompok atau kekuatan bersenjata yang bertindak makin destrukif dan terus menebar teror, Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
Kehadiran ISIS yang terus menebar teror bisa mengindikasikan adanya kegagalan atau kesalahan operasi militer dan intelijen AS di Irak serta Afghanistan.
Operasi militer AS yang bertujuan menciptakan suasana damai baik di Irak maupun Afghanistan justru makin menyuburkan kelompok-kelompok radikal baru sehingga memancing kekuatan militer negara lainnya untuk terlibat.
(Baca juga: Puluhan Tahun Jadi Korban Perang, Para Wanita Cantik Suku Kurdi Ini Sukses Jadi Ujung Tombak Melawan ISIS)
Kehadiran militer Rusia ke Suriah, demikian juga kekuatan militer Inggris, Israel, dan lainnya yang bertujuan menggempur ISIS jelas telah membuat peta konflik di Timur Tengah berubah dan makin rumit.
Perlu strategi dan operasi intelijen yang tepat bagi militer AS untuk bisa menunjukkan kembali superioritasnya atau militer AS akan kembali mengalami kegagalan seperti di Vietnam dan Korea.
Apalagi kekuatan miiter Rusia dalam skala besar yang diterjunkan di Suriah kini makin menunjukkan bahwa konflik bersenjata antara kekuatan Blok Timur dan Blok Barat terancam bangkit lagi.
Presiden AS Donald Trump sendiri sudah merasa frustasi karena misi tempur pasukan AS di Afghanistan yang berlangsung selama 16 tahun tidak menunjukkan kejelasan.
Sejauh ini sudah lebih dari 2.300 pasukan AS tewas dan dari pihak para sekutu AS, pasukan yang tewas lebih dari 1000 orang.
(Baca juga: Merasa Dianiaya Bertahun-tahun, Kaum LGBT Bentuk Unit Militer Sendiri untuk Melawan ISIS)
Trump juga merasa pusing karena dana yang dikeluarkan AS untuk ‘’mengurusi’’ Afghanistan selama 16 tahun terakhir nilainya mencapai 783 milliar dollar.
Untuk mengatasi operasi militer AS di Aghanistan yang dilukiskan oleh Trump ‘’tidak ada masa depan’’ itu hanya ada satu cara untuk mencari solusi, yakni melakukan perundingan damai dengan pihak Taliban.
Pasalnya operasi-operasi militer AS yang dilancarkan terhadap Taliban ternyata makin tidak mempan dan pejuang Taliban saat ini masih menguasai 40% wilayah Afghanistan.
Upaya perundingan damai yang saat ini sedang dirancang oleh Presiden Trump secara militer sebenarnya mencerminkan ‘’AS telah menyerah’’.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR