Intisari-Online.com – Ternyata, rumah bawah tanah di China sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Rumah seperti ini berada di Pinglu di Provinsi Shanxi.
Provinsi Shanxi adalah kawasan di selatan China yang unik. Di sana sedikit sekali batuan tetapi kaya dengan tanah yang padat yang dibawa oleh Sungai Kuning dari gurun Gobi.
(Baca juga:Kelelahan Setelah Seharian Bekerja Memikul Pisang, Kakek 65 Tahun Meninggal saat Beristirahat di Warung)
Salah satu rumah bawah tanah yang tersisa adalah rumah bawah tanah milik Wang Shouxian, seorang dokter hewan berusia 70 tahun.
Menurutnya, rumah miliknya sudah berumur 300 tahun, sementara umur rata-rata bangunan di China adalah 30 tahun saja.
Masih cerita Wang, ia lahir dan besar di rumah bawah tanah itu. Begitu pula ayah, kakek, dan ayah sang kakek juga lahir di rumah bawah tanah.
Sayangnya, buku catatan kelahiran keluarganya sudah dibakar selama terjadi revolusi budaya di China (1966-1976).
Karena itulah, sebagai sebuah simbol perpisahan dengan masa lalu, Wang berpacu dengan ingatannya untuk menceritakan kembali sejarah keluarganya.
“Ada sebuah jalan yang penting di dekat sini. Jadi, nenek moyang saya membangun rumah bawah tanah ini sebagai hotel bagi pengelana yang lewat. Kebanyakan orang di negeri ini tahu tentang Wang Family Hotel,” cerita Wang.
Dinding rumah yang berhadapan dengan tempat tidurnya, tertutup dengan lusinan foto berwarna dari masa lalu. Hal itu untuk mengingatkannya akan keluarga besarnya.
Meskipun demikian, tidak ada dari 3 anak dan cucunya yang ingin tinggal di rumah bawah tanahnya itu. Mereka bekerja dan belajar di daerah perkotaan,
Sejak isterinya meninggal beberapa tahun lalu dalam usia 67 tahun, tinggal Wang sebagai penduduk yang tinggal di rumah bawah tanah.
Padahal sebelum tahun 1980-an, ada ratusan rumah bawah tanah di sana, tetapi kebanyakan telah hancur setelah kaum mudanya pergi dan kaum tua meninggal.
Dilansir dari China Daily, Wang disebuat sebagai seorang ahli warisan budaya yang tak dapat diraba oleh pejabat provinsi pada 2008.
Alasannya, karena ia adalah satu dari sedikit orang saat ini yang tahu bagaimana cara membuat rumah bawah tanah.
Kata Wang, rumah bawah tanah tidak sulit dibangun tetapi sangat mahal perawatannya.
Untuk membuat sebuah rumah bawah tanah, lahan seluas 200 meter persegi dengan kedalaman 7-8 meter, digali pada bagian tengah balok plato yang rata.
Titik pusatnya dipilih secara hati-hati oleh seorang ahli feng shui.
Sekadar tahu, balok plato adalah dataran tinggi yang terbentuk dari endapan lumpur yang tergerus air sungai selama berabad-abad.
Nah, bagian dasar lubang ini adalah halaman rumah bawah tanah. Sedangkan sekeliling dinding lubang itu digali seperti gua untuk dibentuk sebagai ruangan atau kamar-kamar.
Koridor yang berliku-liku untuk sampai ke dasar lubang yang digali adalah satu-satunya jalan untuk masuk dan keluar dari bangunan.
Namun, pintu masuk koridor selalu tersembunyi agar penyusup tidak bisa masuk ke dalamnya.
Di halaman terdapat sebuah sumur untuk menadah air hujan untuk keperluan harian. Ada pula sebuah lubang untuk menampung air kotor.
Lalu, pada bagian atap yang rata di rumah bawah tanah ini terdapat dua bingkai penggulung dari batu.
Kata Wang, dia menggunakan bingkai penggulung untuk melengkungkan tanah agar menyatu dan padat.
Rumput yang tumbuh di atas platform juga harus dicabut karena akarnya bisa merusak lapisan tanah.
Selain itu, jika perawatannya tidak benar dan tepat, balok plato akan menjadi hancur dan gua-guanya akan runtuh.
Disamping beternak dan berkebun di desa tetangga, Wang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menambal dan memperkuat rumah bawah tanahnya.
Tetangga Wang mengatakan bahwa rumah bawah tanah Wang memiliki feng shui yang bagus.
Pasalnya, kebanyakan bayi yang lahir di rumahnya lebih dari 15 generasi sejak Dinasti Qing (1644-1911) adalah bayi laki-laki.
Wang dan isterinya membuka rumah mereka untuk para turis pada tahun 1980-an. Mereka juga menyimpan buku cacatan bagi tamu untuk mencatat komentar mereka.
Komentar yang diakhir dengan tulisan: “Sebuah hidup yang sangat nyaman” itu ditulis oleh Natalia Read, seorang pengunjung dari London pada April 2012.
Wang Fang, seorang traveler dari Pinglu yang kini tinggal di Shanghai menulis pada Agustus 2014: ”Saya besar di semacam rumah bawah tanah di Pinglu dan rumah itu muncul dalam mimpi saya saja sekarang. Terima kasih untuk melindungi mimpi saya dan rumah saya.”
Wang bercerita, seorang pensiunan tentara Jepang pernah membawa keluarganya untuk tinggal di rumah bawah tanahnya pada tahun 1980-an.
“Dia bilang, pernah tinggal di rumah bawah tanah di sini selama masa perang dan sangat menyukainya.”
Kini, yang menjadi pikiran utama Wang adalah bahwa rumahnya mungkin bisa hancur setelah dia meninggal.
“Tidak seorang pun ingin mempelajari bagaimana membuat rumah bawah tanah dan hidup di dalamnya karena berat mengerjakannya. Pemerintah juga bilang bahwa rumah bawah tanah adalah sebuah pemborosan lahan,” tutup Wang.