Intisari-Online.com – Jika Anda pecandu kopi, jangan pernah bilang sudah ke Bandung kalau belum berkunjung ke toko Kopi Aroma di Jalan Banceuy no. 51.
Ini bukan sembarang kopi, Bung! Kehebatan kopi ini setidaknya bisa kita lihat dari riwayatnya.
Toko yang sekaligus pabrik Kopi Aroma ini sudah berdiri sejak tahun 1930.
Di sini tersedia dua jenis kopi, yakni kopi robusta dan kopi arabika.
Kopi robusta disuplai dari kebun di Lampung, sementara kopi arabika berasal dari Aceh, Medan, dan Toraja.
Keunikan utamanya terletak pada proses pengolahan biji kopi.
Sejak proses pemetikan dari kebun, proses pengendalian mutu sudah dimulai.
Biji kopi yang dipetik hanya yang sudah merah. Proses pengeringannya dengan sinar matahari langsung.
Sebelum dipanggang, biji kopi harus menjalani proses pemeraman.
Tak tanggung-tanggung, proses ini membutuhkan waktu lima tahun untuk kopi robusta.
Kopi arabika lebih lama lagi, delapan tahun!
Kopi yang baru dipetik warnanya masih kehijauan. Semakin lama disimpan, semakin kekuningan, lalu kecokelatan.
Selama waktu itu, biji kopi disimpan dalam karung-karung goni, ditumpuk di dalam gudang.
Proses ini bertujuan mengurangi kadar asam di dalam biji kopi.
Asam kopi menyebabkan kopi terasa masam dan menyebabkan perut kembung.
Setelah diperam, kopi baru dipanggang. Pemanggangan dilakukan dengan mesin yang masih kuno.
“Sejak dulu mesin ini belum pernah diganti,” kata Widya Pratama (56 tahun), generasi kedua pemilik Kopi Aroma. Bisa dibayangkan mesin pengolah kopi buatan Jerman itu sudah digunakan sejak tiga perempat abad lalu.
Sumber panasnya berasal dari pembakaran kayu karet.
Kayu ini merupakan limbah kebun karet yang didatangkan dari Sukabumi dan Cianjur.
Dipilih kayu karet karena nyala apinya kontinyu dan bau pembakaran bisa menambah sedap aroma ke dalam biji kopi.
Selama dua jam, kopi dipanggang di suhu 120oC.
Setelah dipanggang dua jam, kopi ditapis lagi dalam mesin penapis.
Proses penapisan ini untuk memisahkan kopi kualitas prima (bobotnya berat) dari kopi kualitas kedua (bobotnya ringan).
Hanya kopi kualitas prima yang digiling dan dijual di toko ini. Semua proses ini dikerjakan secara manual oleh Widya Pratama, dibantu beberapa orang pegawai.
Prosesnya sama persis dengan yang dikerjakan oleh Tan Houw Sian, ayah Widya, ketika membuka usaha ini tahun 1930.
Hampir tak ada yang berubah.
Bahkan, bangunan toko dan pabrik pun masih berupa bangunan kuno peninggalan Tan Houw Sian.
Dindingnya bata merah, semua tiangnya besi, atapnya seng tebal.
Bukan hanya proses pembuatannya yang masih sangat kuno, kemasan kopinya pun dibiarkan tetap kuno dengan tulisan ejaan Belanda “Koffie Fabriek Aroma”.
Setelah digiling, kopi hanya dikemas di dalam bungkus kertas berbahan daun, lalu dibungkus lagi dengan plastik, kemudian distapler. Hanya begitu.
Tersedia beberapa pilihan kemasan. Harganya sangat murah, hanya di kisaran beberapa belas ribu rupiah.
Padahal bahan Kopi Aroma seratus persen kopi. Aromanya benar-benar aroma kopi.
Tidak ada tambahan esens sama sekali.
Berbeda dengan kopi-kopi buatan pabrik kadang ditambah aroma sintetis.
Agar citrarasanya terjaga, Widya menyarankan kopi disimpan di dalam stoples berbahan beling yang tutupnya kedap udara.
Jika disimpan di wadah selain beling dan tidak kedap udara, maka citrarasanya akan berkurang.
Agar aromanya tetap terjaga, kopi sebaiknya disimpan di tempat yang dingin dan kering, seperti di dalam kulkas.
Karena bersifat absorben (menyerap gas dan kelembapan), kopi juga sebaiknya tidak disimpan bersama sesuatu yang berbau.
Di kemasan Kopi Aroma hanya tertulis tanggal pengemasan. Tidak ada batas kedaluwarsa.
Tapi Widya menyarankan, sebaiknya kopi tidak dinikmati lagi setelah tiga bulan sejak dibeli dari tokonya.
Setelah lewat tiga bulan, sedap aromanya tidak dijamin lagi.
Agar aroma Kopi Aroma benar-benar muncul, Widya punya resep penyiapan kopi yang baik dan benar.
Seduh kopi dengan air mendidih, bukan sekadar air panas. Gunakan wadah cangkir, bukan gelas.
Sebab, cangkir lebih kuat menyimpan panas air daripada gelas.
Setelah dituangi air mendidih, aduk kopi sampai keluar busanya yang lembut di permukaan. Biarkaln selama sekitar satu menit.
Setelah itu baru tambahkan gula.
Sedikit saja, tak usah banyak-banyak, sekitar setengah dari kopi.
Misalnya, jika kopinya satu sendok, gulanya setengah sendok saja.
Penambahan gula di akhir seduhan bukan tanpa tujuan.
Jika gula ditambahkan sejak awal, ia akan merebut panas dari air yang mestinya dipakai untuk melarutkan kopi.
Setelah gula larut, ketika kopi masih dalam keadaan hangat mengepul, harum aroma Koffie Aroma boleh dibuktikan. (Emshol)
(Seperti dimuat di dalam Buku 100 Tempat Wisata Jajan Bandung – Intisari )