Intisari-Online.com – Alkisah, di sebuah desa kecil, tinggal seorang wanita tua dengan putrinya. Wanita tua itu bekerja dengan keras, sementara putrinya malas dan egois. Mereka memiliki seekor banteng.
“Kita harus merawat banteng kita dengan baik,” kata wanita tua itu pada anaknya.
(Baca juga:Siapa Bilang Jadi Anak Tunggal Itu Pasti Egois dan Kesepian, 15 Fakta Ini Buktikan Sebaliknya)
“Hah! Hewan harus melayani kita, bukan kita melayani mereka,” balas sang putri.
Agak jauh dari rumah wanita tua itu terdapat sebuah kolam. Setiap sore, wanita tua itu biasa membawa bantengnya ke kolam itu untuk mandi dan minum.
Suatu hari, wanita tua itu jatuh sakit. Ia meminta putrinya untuk membawa banteng itu ke kolam. “Hari ini sangat panas, sayang! Si banteng pasti haus,” kata wanita tua itu.
“Lihat! Saya punya beberapa permen. Saya tahu kamu suka permen, sayang. Bawalah banteng itu ke kolam untuk minum. Sementara ia sedang minum, kau bisa makan permen ini,” tambah wanita tua itu, sambil menyerahkan sekotak permen untuk putrinya. Gadis yang serakah itu setuju.
Tapi begitu ia lepas dari pandangan ibunya, gadis malas itu mengikat bantengnya ke pohon dan ia duduk memakan permen itu.
Sementara, banteng itu menunggu anak perempuan itu selesai makan permen.
“Kuharap ia cepat makan. Saya benar-benar haus,” pikir banteng itu.
Tapi setelah memakan semua permennya, gadis itu pulang ke rumah dan berbohong kepada ibunya bahwa ia telah membawa banteng itu ke kolam dan banteng itu telah minum air dari kolam.
(Baca juga:Kemalasan para Hidung Belang Tua dalam Menggunakan Kondom)
Banteng itu sangat marah. Ia mengutuk anak gadis itu, “Pada kelahiran berikutnya, kau akan terlahir sebagai seekor burung yang hanya minum air saat hujan turun. Saat kau membuat saya haus hari ini, kau pun akan tetap haus.”
Kutukan banteng itu menjadi kenyataan. Pada kelahiran berikutnya, anak gadis itu terlahir sebagai seekor burung yang selalu menunggu hujan, merasa haus sepanjang tahun, meski banyak air di sekitarnya.