Kedua kalinya permintaan yang sama disampaikannya melalui pimpinan kursusnya di Bogor. Sekali itu untuk bersama-sama mengadakan perbincangan ke berbagai pesantren yang terkenal. Ketika itu pun naluri saya bekerja.
Andaikata naluri saya bekerja kurang cermat, pasti akan ada foto saya yang sedang memandu seminar yang disampaikan olehnya di hotel berbintang lebih dari satu. Foto itu tidak mustahil akan dimuat dalam artikel yang membahas petualangannya untuk membuktikan betapa lihainya ia menjebak banyak orang agar percaya kepadanya.
Baca Juga : Tidak Boleh Sembarangan, Beginilah Aturan Polwan dalam Menggunakan Media Sosial
Ada persamaannya
Kalau kita coba membandingkan kembali kelima peristiwa sensasi yang muncul di media massa dalam tengang waktu selama 23 tahun itu kita lihat ada beberapa persamaan. Masyarakat mudah sekali termakan sensasi apabila media massa memberitakannya dengan gencar.
Sensasi itu menyangkut hal yang banyak kaitannya dengan keajaiban. Raja Idrus dan ratunya ajaib karena sebagai anggota suku terasing mereka bernama dan berbahasa Indonesia biasa, tetapi konon mereka makan ular dan daging mentah.
Tjut Sahara Fonna ajaib karena janinnya mampu berbicara, sehingga dapat dijadikan pertanda zaman. Kotak Ajaib memang ajaib karena mampu mengubah padang pasir yang tandus menjadi lahan pertanian yang hijau royo-royo.
Baca Juga : Charlie Chaplin Si Komedian Sukses Itu Ternyata Jadi 'Monster' Mengerikan Bagi Para Wanita di Bawah Umur
Mas Ongko ajaib karena dapat menjadi dermawan, walaupun sebenarnya ia yang memungut derma. Kotak ajaib karena keampuhannya dimunculkan sebagai postulat yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya atau ketidakbenarannya sebab begitu dilakukan apa-apa terhadap kotak itu, penciptanya mengklaim bahwa keampuhannya langsung hilang.
Bagaimana halnya dengan Raja Komputer kita? Dia sama-sama raja seperti Raja Idrus dan sebagian amsalnya yang berbunyi We are not the first but the best memang benar. Ia bukan keajaiban yang pertama, karena prioritas keajaiban ada pada Raja Idrus.
Keajaiban kedua ialah Tjut Sahara Fonna yang gerak dan langkahnya ditunjang teknologi baru berupa perekam suara elektronik yang masih langka di Indonesia pada tahun enam puluhan.
Yang ketiga ialah pencipta kotak ajaib yang merancang keajaiban kotaknya berdasarkan suatu paradoks. Yang keempat ialah Mas Ongko. Ia ditunjang oleh teknologi pinjam-meminjam uang dalam skala besar yang masih asing di kalangan masyarakat.
Baca Juga : Sampaikan Ucapan Terimakasih, Media China Ini Sebenarnya Mengolok-oloknya Donald Trump
Raja Komputer kita memang tidak dapat mengklaim bahwa ia keajaiban yang pertama. Ia hanya keajaiban yang kelima. Keajaibannya juga ditunjang oleh teknologi baru yang dinamakan komputer.
Kesamaan yang dimilikinya dengan Mas Ongko hanyalah mengenai nama pertamanya yang sama-sama dipinjam dari Nabi yang sama. Hanya saja dari semuanya itu ia bukan yang terbaik, melainkan yang terburuk karena anak miskin pun dipermainkannya.
Kalau kita menggunakan istilah sendiri, He is not the first, but the worst (la bukan yang pertama, tetapi yang terburuk).
Anda pilih yang mana?
Sekarang kita tinggal berjaga-jaga saja. Kita punya dua pilihan. Pilihan pertama ialah bertanya-tanya kapan akan muncul keajaiban yang keenam. Pilihan kedua ialah bertekad agar di Indonesia jangan ada lagi keajaiban yang keenam, yang membuat orang akhirnya tersipu-sipu lagi.
Baca Juga : Hati-hati Dalam Gunakan Media Sosial! Wanita Ini Gagal Magang di NASA Karena Mengumpat di Twitter
Kalau pilihan pertama yang kita inginkan, mudah-mudahan dalam waktu yang dekat kita dapat mencatat dalam Guinness Book of World Records sebagai bangsa yang paling sering mengalami keajaiban, karena itu pun seperti halnya karangan bunga terbesar, kue terbesar, dan kemampuan berdiri tegak seperti tonggak yang terlama dapat dianggap suatu prestasi yang mengagumkan.
Kalau pilihan kedua yang kita dambakan, marilah kita, baik media massa maupun masyarakat, bergandengan tangan menjalin kerja sama mendidik diri kita untuk bersifat kritis dan tidak mudah terjebak oleh berbagai macam "keajaiban". (Ditulis oleh Andi Hakim Nasoetion, seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Maret 1989)
Baca Juga : Lagi, Media Sosial Berhasil Bantu Memecahkan Misteri Pemain Ski yang Hilang 60 Tahun Lalu
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR