Sementara untuk jarak ultra-jauh tapi jumlah penumpangnya tidak padat seperti Dubai – Sydney dan Dubai - New York, A380-nya diisi 480 - 490 penumpang. Kelas utamanya setara dengan hotel berbintang lima.
Kemewahan interiornya dengan tangga untuk naik ke dek atas, mengingatkan kita pada kapal trans-Atlantik Circa 1925 yang serba mewah. Kesan inilah yang bakal diperoleh para penumpang kala berada dalam perut pesawat raksasa A380.
Baca Juga : Bukan Cuma karena Kesalahan Teknis , Kecelakaan Pesawat Juga Bisa Terjadi Gara-gara Logat Pilot
Memang ada yang tidak tanggungtanggung menambah kemewahan kabin A380 seperti Emirates yang akan lebih serba wah. Harga pesawatnya sendiri sudah wah, antara AS $ 240 juta (sekitar Rp 2,47 triliun) hingga AS $ 290 juta (Rp 2,75 triliun)!
Sungguh mahal harga si goliath A380 yang sanggup terbang sejauh 15.000 km tanpa henti ini.
Perlu 25 tahun
Airbus dan Boeing bukanlah yang pertama membuat pesawat berkapasitas 500 kursi lebih, dalam arti lain membuat pesawat serba raksasa ukurannya.
Baca Juga : Tak Melulu Tragis, Kecelakaan Pesawat Juga Bisa Punya Kisah Lucu, Salah Satunya Jatuh di Tengah Hajatan
Di masa silam, Igor Sikorsky dari Rusia (kemudian hijrah ke AS dan terkenal dengan helikopter Sikorsky-nya) dengan bantuan Tsar Rusia, membuat pesawat raksasa pertama dunia – Ilya Muromets. Bentang sayapnya sama dengan jumbo 747.
Versi militernya adalah pesawat pembom dan versi sipilnya pernah terbang dari Moskwa ke St. Peterburg.
Empat puluh tahun terakhir ini, pabrik pesawat AS Lockheed, Douglas, Boeing, dan pabrik lain telah pula melakukan studi membuat pesawat raksasa yang sanggup mengangkut 500 - 600 penumpang.
Pada dekade 1960 setelah keputusan Pentagon membeli C-5A, pesawat angkut berat militer yang dikembangkan Lockheed-Gerogia, pabrik ini langsung merancang versi sipilnya dengan sebutan L-500. Versi sipil ini dirancang untuk mengangkut 660 – 900 penumpang kelas ekonomi.
Baca Juga : Alami Kecelakaan Pesawat 50 Tahun Lalu, Jasad Tentara India Ini Ditemukan di Himalaya
Suatu program ambisius kala itu mengingat teknologi yang ada baru terbatas pada daya angkut 100 penumpang lebih seperti Boeing 707 dan DC-8. Berat maksimum lepas landas (maximum take-offweight) L-500 sekitar 332.727 kg, sama dengan versi angkut militer C-5A.
Pabrik Douglas Aircraft kala itu juga melakukan studi kemungkinan membuat pesawat D-950, pesawat double-decker berkapasitas 403 - 458 penumpang. Versi lainnya, D-952, dirancang dengan 498 kursi.
Kedua rancangan pesawat itu diberi nama DC-10 sebelum studinya di-hentikan dan atribut itu kemudian diaplikasi pada pesawat bermesin tiga.
Boeing kala itu lebih hati-hati memperkenalkan proyek ambisiusnya, setelah kalah tender dengan (C-5A) Lockheed untuk kebutuhan Pentagon, mengajukan pesawat 747-100 berkapasitas 360 penumpang.
Baca Juga : 3 Hari Sebelum Kecelakaan Pesawat DC-10, Seorang Pria Sudah Melaporkan ‘Ramalannya’ ke Petugas Bandara
Pan American World Airways tertarik kemudian menjadi launch customer-nya dan meluncurkan program 747 April 1966, beberapa tahun sebelum Eropa memutuskan mendirikan pabrik pesawat terbang Airbus Industrie dalam upaya merebut pasar pesawat penumpang dunia.
Tepat seperempat abad kemudian, industri pesawat terbang Eropa (Airbus Industrie) berhasil merebut imbang pasar yang sebelumnya hanya dinikmati pabrik-pabrik AS.
Dengan burung besi goliathnya, Eropa saat ini merebut peringkat teratas manufaktur pesawat terbang dunia, menggeser raksasa Boeing yang hampir empat dekade tidak tersisihkan.
Akankah A380 sesukses jumbo Boeing 747? Sejarah akan mencatatnya.
Baca Juga : Pesawat Siluman F-20 Rusak Parah tapi Bukan oleh Jet Tempur Lawan
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Aulia Dian Permata |
KOMENTAR