Pak Budiman tertawa dan sesudah itu berkata, "Begini, ya. Terus terang saja, sejak umur 9 tahun saya sudah kirim berita ke Berita Andalas. Waktu itu saya suka kirim berita kota. Orang nyolong ayam. Orang lagi judi ketangkep polisi.
Lumayan, untuk tiap berita dapat segobang. Segobang dulu itu banyak. Nah, waktu saya tahu, Supratman buat lagu Indonesia Raya, saya pikir, boleh juga anak itu."
Penabuh Genderang
"Oh, ya, tentang penabuh genderang itu bagaimana?"
"Yah, itu ceritanya begini! Waktu itu ada perayaan tentang penutupan kongres. Acaranya macam-macam, antaranya api unggun. Kelompok saya mengadakan api unggun di daerah Tanah Tinggi. Dulu di sana masih banyak lapangan terbuka. Ternyata api unggun diserbu polisi Belanda. Kita terpaksa bubar dan digiring ke Hopbiro.
Baca Juga : Sumpah Pemuda: Pemuda-pemudi Inspiratif Indonesia
Semacam tahanan. Saya sempat menginap semalam di sana. Waktu itu polisi Belanda bilang, he, kamu kan orang Cina! But apa ikut-ikutan?"
"Pak Budiman bilang apa?"
"Wah, waktu itu nggak-berani lawan. Kita belum bisa apa-apa. Jadi saya bilang, tidak apa-apa toh. Saya kan anggota pandu. Lalu dia tanya, apa jabatan saya. Saya bilang, itu pemukul genderang," cerita Pak Budiman sambil menggerakkan tangannya menirukan menabuh genderang.
Pembicaraan kami sudah berlangsung dua jam. Padahal Pak Budiman tidak boleh bercerita panjang. Sesudah itu biasanya ia jadi sesak napas.
"Ini, saya ada sedikit pesan. Pemuda-pemuda sekarang harus belajar sejarah. Supaya tahu, bagaimana susahnya negara ini didirikan. Wah, bukan main dah, waktu itu. Kalau dinding rumah ini bisa bicara, ia akan cerita panjang. Dulu, rumah ini pernah digeledah gara-garanya saya pasang bendera merah putih. Waktu itu baru saja proklamasi."
Baca Juga : Sumpah Pemuda; Kepicikan Penjara Budaya yang Membuat Kita Hanya Tahu Kebenaran Menurut Diri Sendiri
"Digeledah siapa?"
"Itu, tentara Inggris," jawabnya.
"Oh, tentara Nica?"
Ternyata pertanyaan saya salah. Padahal baru saja Pak Budiman pesan, pemuda harus belajar sejarah.
"Bukan! Nica kan datang sesudahnya. Itu Iho, tentaranya Christison. Kan Nica membonceng tentara Inggris. Ceritanya begini. Waktu itu pagi-pagi. Di jalan ini tidak ada yang berani pasang bendera merah putih.
Baca Juga : Biola WR Supratman, Ikon Museum Sumpah Pemuda
Hanya rumah ini saja. Tentara Inggris datang. Saya takut juga. Lalu saya tanya, apakah mereka sudah makan pagi: Dan mereka jawab, go to hell. Makan pagi gimana? Pagi-pagi sudah disuruh ke sini.
Saya lalu suruh istri saya bikin kopi. Waktu itu tidak pakai gula pasir. Tidak ada. Jadi pakai gula merah saja. Lalu disuguhi sedikit kue. Sesudah mereka makan, saya buka pintu kamar.
Nah, silakan diperiksa. Tapi mereka tidak jadi dan pergi sambil mengucapkan terima kasih. Katanya sudah merepotkan.
Bayangkan, pasang bendera merah putih saja sudah didatangi," katanya mengakhiri pembicaraan.
Saat ini Pak Budiman berusia 76 tahun. Sebagai pensiunan Bank Niaga, kini ia menikmati masa tuanya. (rin)
Baca Juga : Dahsyat! Sumpah Pemuda Bergema dari Puncak 28 Gunung di Indonesia
Source | : | Majalah HAI |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR