Merah, putih, dan hitam yang menjadi wama Batak, menyemarakkan ukir-ukiran kayu yang terpajang. Warna itu telah kusam dan luntur karena matahari, hujan, dan atap yang bocor. Ragam hias geometris, flora, fauna, danalam didptakan dengan teknik ukir dan lukis.
Drs. S.P. Napitupulu dkk, dalam bukunya Arsitektur Tradisional Daerah Sumatera Utara (1986) menulis, segala ragam hias yang dibuat mempunyai arti dan makna. Ada hiasan simeol-eol, seperti sulur-suluran tumbuhan dengan putaran garisnya melengkung ke dalam dan meliuk ke luar.
Hiasan ini mencerminkan perasaan yang senantiasa gembira dari si penghuni. Atau hariara sudung ni langit, ragam hias seperti pohon dan burung di rantingnya, mengungkapkan sumber kehidupan.
Ada juga hiasan biawak kecil dengan ekor bercabang dua yang disebut boraspati, melambangkan kekuatan yang melindungi kekayaan pada manusia dan pengharapan agar harta kekayaan berlipat ganda.
Baca Juga : Sedang Berlibur ke Medan dan Mengunjungi Danau Toba, Jangan Lupa Oleh-oleh Sirop Markisa ‘Pohon Pinang’
Ada juga ragam hias berbentuk kerucut dengan warna-warni merah, hitam, dan putih. Ragam hias ini biasanya terdapat di atas kolong tangga masuk ke dalam rumah, melambangkan kesuburan, juga sebagai lambang kasih sayang ibu. Inanta parsonduk bolon, kata orang Batak Toba.
Tradisi prasejarah
Jalan ke atas semakin ramai dengan pengunjung dan pedagang. Tak lama kemudian sampai ke sebuah tempat agak tinggi. "Ini kompleks makam Raja Sidabutar," seorang pemandu wisata keturunan Sidabutar mulai menerangkan dalam bahasa Indonesia dan Inggris.
Yang mencolok dari kompleks makam itu adalah sebuah wadah kubur dari batu dengan panjang lebih dari 2 m. Dalam kalangan arkeolog, benda kematian itu disebut sarkofagus. Bentuknya mirip kapal dengan bagian depan dan belakang dipahat melengkung ke atas.
Baca Juga : Apa yang Memicu Meletusnya Supervolcano Toba yang Memunculkan Danau Toba Masih Misterius hingga Sekarang
Bagian depan ada pahatan topeng manusia. Pada bagian atas di belakang dipahat pula manusia dalam sikap duduk dengan kedua tangan memegang lutut.
Ada lagi sarkofagus yang pada bagian belakangnya dipahatkan seorang tokoh dalam posisi menunggang sambil menjunjung dan memegang suatu benda. Inilah wadah kubur Raja Sidabutar yang pernah memerintah di Pulau Samosir.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR