Sebagai langkah pertama kami bertiga menghadap Sri Paku Alam di istana Paku Alaman. Setelah diadakan pembicaraan- pembicaraan yang mendalam dengan Sri Paku Alam, kami mengadakan permufakatan sbb:
— Uang merah disimpan oleh Kepala Keuangan Paku Alaman.
— Yang dapat mengambil uang dari Paku Alaman hanyalah kami bertiga (sendiri-sendiri). Kalau kami tidak datang sendiri untuk mengambil uang, kami dapat mengirimkan utusan khusus yang harus membawa tanda-tanda tertentu.
— Jika dalam melakukan tugas kami tertangkap di Paku Alaman, kami harus mengatakan "akan" atau "baru" menghadap Sri Paku Alam (bahasa Jawa: caos).
— Operasi akan dimulai bulan Januari 1949.
Baca Juga : 10 Foto Mata Uang Rupiah Zaman Dahulu, Beberapa Pasti Belum Pernah Anda Lihat Sebelumnya
* * *
Saya masih ingat beberapa nama yang saya berikan bantuan langsung dengan mendatangi rumah mereka masing-masing. Dapat saya sebutkan di sini: Ny. Fatmawati, Ny. Rahmi Hatta (yang saya berikan dengan perantaraan Sdr. Rachim), Ny. Djuanda, Ny. Ali Sastroamidjojo, Ny. Moh. Roem, Ny. Agus Salim, Ny. Sjafrudin Prawiranegara, Ny. Gafar Pringgodigdo dll.
Uang yang diambil dari Paku Alaman itu semula terdiri dari uang kertas, tetapi setelah persediaan uang menipis dan tinggal pecahan besar, maka yang dapat diambil hanya "uang cring", yang terdiri dari uang logam ringgitan (dari perak).
Pekerjaan pengambilan dan pembagian ini tidak sedikit menegangkan urat syaraf saya, sehingga setelah saya melakukan tugas selama tiga bulan, saya melaporkan kepada Ir. Djuanda bahwa saya tidak sanggup melanjutkan tugas saya. Ir . Djuanda menjawab: "Bagaimanapun juga tugas harus diteruskan. Kalau sampai ditangkap oleh Belanda, bilang saja saya yang suruh."
"Ya, Bapak Djuanda bicara gampang saja. Nama Bapak sudah dikenal oleh pihak Belanda. Tetapi kalau saya sampai tertangkap, saya bisa mati konyol."
Baca Juga : Benarkah Menaikkan Harga BBM Bisa Membantu Nilai Rupiah Menguat?
Pada akhirnya saya masih menyanggupi lagi untuk melanjutkan tugas saya. Kalau dikehendaki sdr Takya anggota Polri yang kelak pensiun sebagai Jendral polisi akan membantu saya.
Dalam melakukan tugas saya, saya dibantu sepenuhnya oleh isteri saya. Pada suatu waktu tatkala suasana di Yogya agak berbahaya buat kaum lelaki, saya mengirimkan Ny. Soepeno Bustaman, isteri seorang pegawai tinggi P.T.T. dan sekarang berdiam di Bandung (suaminya telah meninggal dunia) untuk mengambil uang di Paku Alaman. Tugas ini diselesaikan dengan selamat oleh Ny. Soepeno Bustaman.
Dalam hal melakukan tugas ini, ada dua kejadian yang selamanya tidak akan hilang dari ingatan saya. Pada suatu hari pagi-pagi sekali datang seorang kurir ke rumah saya dengan membawa berita, bahwa salah seorang pembantu saya ditangkap oleh Belanda.
Saya memberikan isyarat kepada para pembantu lainnya untuk sementara menghentikan semua aktivitas sampai keadaan aman kembali.
Baca Juga : Tak Hanya Terhadap Dollar AS, Rupiah Juga Ada di Titik Terendah Terhadap Ringgit Malaysia
Beberapa hari kemudian, saya ditemani oleh isteri saya dan anak saya yang tertua (pada waktu itu umur 7 tahun) pergi ke Paku Alaman untuk mengambil uang. Kami masing-masing naik sepeda dan anak saya membonceng saya di belakang dan saya dudukkan di atas dua kantong berisi uang logam ringgitan; tiap kantong bernilai 500 gulden.
Karena jalan-jalan kerap kali dilalui tank-tank Belanda, maka jalan-jalan pada waktu itu di sana-sini mulai berlubang-lubang. Tiap kali sepeda melintasi lubang, maka selalu terdengar suara "cring- cring," sehingga saya menjadi gelisah dan takut, kalau melalui pos-pos Belanda.
Untuk membetulkan cara duduk anak saya, saya juga tidak berani, karena mungkin akan menimbulkan curiga bagi orang-orang yang melihatnya. Dengan sangat hati-hati dan memilih bagian-bagian jalan yang rata kami dapat melalui pos-pos Belanda yang paling "serem" terletak di sebelah Kantor Pos Besar dengan selamat.
Pada lain kali setelah mengambil uang dari istana Paku Alaman, saya meliwati Jl. Malioboro dari selatan menuju ke utara. Setelah sampai di Danurejan, saya melihat dari jauh banyak serdadu-serdadu Belanda berhelm putih (anggota polisi militer) memenuhi jalan Malioboro.
Baca Juga : Rupiah Anjlok, Benarkah Kondisi Ekonomi saat Ini Lebih Buruk Dibanding Krisis Ekonomi 1998?
Jantung saya hampir berhenti berdenyut. Untuk membalik saya juga tidak berani, karena saya sudah dapat dilihat oleh serdadu-serdadu Belanda. Jadi saya berjalan terus. Pada simpangan jalan Dagen, saya distop oleh seorang serdadu P.M. dan dipersilahkan membelok ke jalan Dagen, liwat Balokkan dan terus menuju ke jalan Malioboro lagi di dekat lintasan jalan k.a.
Dalam pada itu saya tidak diapa-apakan oleh serdadu-serdadu Belanda.
Apa yang sebenarnya terjadi? Hari itu adalah tanggal 30 April, hari ulang tahunnya Ratu Juliana. Masyarakat Belanda di Yogyakarta merayakan hari ulang tahun itu di Hotel Merdeka. Jalan Malioboro antara Jl. Dagen dan Jl. Balokkan ditutup untuk lalu lintas umum.
Sokongan sekedarnya kepada "orang-orang kiblik", yang masih setia kepada negara R.I., besar sekali artinya bagi perjuangan kita melawan Belanda untuk mencapai Indonesia Merdeka, karena ini memberikan sokongan moril yang sangat besar kepada mereka untuk tetap bertahan di Yogyakarta sebagai pegawai R.I.
Baca Juga : Rupiah Melorot, Mata Uang Negara-negara Ini juga Ikut Anjlok
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Adrie Saputra |
KOMENTAR