Selama dua tahun berikutnya, Jennifer tinggal di salah satu rumah yang mempelajari bahasa Lauje dan di situlah ia melakukan kerja lapangannya.
Baca Juga : Tidak Hanya Indonesia, Negara Tetangga Kita Ini Juga Bisa Terkena Tsunami dengan Ombak Setinggi 60 Meter
“Selama itu saya hanya tiga atau tempat kali turun ke Plau yang ‘modern’. Meski begitu, tampak jelas bahwa kota ini memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari dari desa-desa terpencil di kawasan itu,” tulis Jennifer.
Meski begitu, Jennifer juga melihat paradoks.
Ketika Palu tumbuh menjadi kota yang lebih makmur di era Orde Baru, sebagian besar kondisi etnis Lauje dan komunitas etnis lainnya masih dalam kemiskinan.
Mereka hanya mengandalkan hidup dari pertanian subsisten.
Perubahan datang setelah Soeharto lengser pada Mei 1998.
Menurut catatan Jennifer, kondisi masyarakat di sekitar Palu saat ini jauh lebih makmur dari sebelumnya.
Pada 2017, ekonomi di Sulawesi Tengah tumbuh hingga 7,14 persen.
Sebagian besar memang terjadi di Palu, tapi wilayah-wilayah di sekitarnya juga tak kalah bergairah.
Dan pertumbuhan yang kian menggeliat itu hancur hanya dalam hitungan menit—setelah gempa bumi dan tsunami menerjang Sulawesi Tengah pada pengujung September lalu.
“Udara di sini baunya seperti mayat yang sudah membusuk,” tulis Jennifer mengutip status salah satu seorang temannya di laman Facebook.
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR