Kekurangan lain dari rumah kaca itu ialah bahwa ruangan terbuka dibuat seluas mungkin sedangkan fasilitas seperti dapur dan kamar mandi terpaksa disembunyikan dalam ruangan kecil-kecil di sepanjang dinding tertutup satu-satunya di belakang.
Selain itu semua barang pribadi keluarga Benthem harus disimpan dalam mobil boks yang diparkir di sebelah rumah.
Proyek yang sama sekali lain ialah piramida di Huizen, di tepi danau Ijssel. Dalam kasus ini Arsitek Gerard Schouten bekerja sama dengan calon penghuni dan kelompok ekologi de kleine Aarde (Bumi Kecil) untuk mendisain rumah hemat energi dan murah.
Akhirnya penghuni harus membayar ƒ150.000 (± Rp121 juta, ketika itu) padahal dengan uang sebanyak itu mereka bisa membeli rumah yang lebih luas di tempat lain. Namun demikian, mereka toh sangat bangga karena konon biaya gas dan listrik sangat murah.
Para penghuni piramida itu bukan hanya bangga dengan rumahnya yang unik, tetapi mereka juga bisa menanam sayur di kebun dan ada rasa persaudaraan yang erat antarpenghuni.
Hal yang disayangkan hanyalah hilangnya ruangan 1 m di bawah dinding miring.
Baca Juga : Hunian Makin Mahal! Arsitek Ini Sulap Pipa di Film Doraemon Jadi Tempat Tinggal Layak Huni, Mirip Hotel
Seperti dalam cerita dongeng
Itu juga berlaku di rumah bola Dries Kreykamp di Den Bosch. Orang mendapat kesan, kenikmatan dinomorduakan dibandingkan eksperimen teknologis.
Secara teknologis, eksperimen itu sukses. Warna beton plesteran telanjang serta jendelanya yang bulat, memberi kesan kita berada di tempat pemakaman dalam cerita dongeng. Hanya sayang ruangannya terlalu sempit.
Di sebelah selatan Eindhoven, seorang arsitek mengundang setiap orang di Belanda untuk menyaksikan proyek terakhirnya yang disebut "rumah gua", sebuah gua mewah yang terletak di sebuah taman terpencil.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR