Selama anggota keluarga dan puluhan wartawan dari seluruh dunia berkumpul, kesehatannya tambah lama tambah mundur. Tubuh penulis itu sudah lemah sekali.
Apakah Nona Tolstoy insaf bahwa mereka diteropong pers dunia waktu ia mengurus ayahnya di setasiun kecil itu. "Saya tahu tetapi tidak memikirkannya, karena terlalu sibuk dengan ayah saya, sehingga dunia tidak ada artinya."
Dan waktu Tolstoy dalam sakratul maut, ia hanya mengucapkan dua kata (tiga dalam bahasa Indonesia) "Saya cinta kebenaran".
Kalimat yang tidak pernah selesai. Ia ingin menyelesaikan kalimat itu, tetapi inilah kata-katanya yang terakhir. Ia tidak mempunyai waktu. Ia meninggal pukul 6 pagi tanggal 7 Nopember.
Pemerintah dan gereja melarang demonstrasi atau upacara gereja untuknya. Tetapi kereta api yang membawa Tolstoy kembali ke tempat tinggalnya disambut meriah di setiap setasiun oleh orang-orang yang ingin memberi penghormatan terakhir.
Pada hari lahirnya ke 150 puterinya mengenang Tolstoy, sebagai orang besar. "Saya tidak melihat dia lain daripada sebagai ayah saya. Pikiran saya tidak pernah berubah. Ia seorang besar yang ingin berbuat baik untuk rakyat yang diajarinya kebaikan, cinta kasih, dan Tuhan.”
Namun, dalam pikiran Leo Tolstoy, seorang pria lain dari wanita.
Menurut Alexandra Tolstoy ayahnya tidak akan setuju dengan Women’s Lib. Ia akan menentangnya karena menurut dia tempat wanita adalah dalam keluarga dan anak-anak, bukan dalam politik. Ia tidak suka emansipasi wanita.
Alexandra Tolstoy seorang wanita gigih dan bebas. Seorang pekerja yagn tidak kenal lelah. Ia tidak pernah menikah dan banyak berkecimpung dalam politik. Apakah ayahnya akan setuju?
Saya tidak pernah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kemauan ayah, jawabnya. (International Herald Tribune)
Baca Juga : 'Sihir Mantra Cinta' Mesir berusia 1300 Tahun Dipecahkan, Apa Isinya?
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Adrie Saputra |
KOMENTAR