Tiga tahun kemudian, sang ayah menemukan sebuah pulau seluas 1,5 hektar dan menyewa pulau itu selama 30 tahun.
Zhu lantas menamakan pulau ini Wu Wei dalam bahasa mandarin yang berarti 'dia akan melakukan apa saja untuk putranya'.
Di pulau itu, Zhu membangun sebuah rumah dengan tujuh kamar lengkap dengan AC, panel surya dan fasilitas lainnya untuk keluarganya.
Di sisi utara pulau, Zhu juga membangun tujuh kamar untuk para tamu karena banyak yang tertarik untuk tinggal di pulau Zhu setelah gaya hidupnya yang unik terkenal.
Baca Juga : Setelah Bencana Palu, Ratu Elizabeth II Berikan Sumbangan dan Kirimkan Surat kepada Indonesia, Apa Isinya?
"Kami bekerja ketika matahari terbit dan beristirahat ketika matahari terbenam."
"Udaranya segar dan sejuk di sini. Kami memilih sayuran liar, menangkap ikan dan menanam buah dan sayuran kami sendiri. Kami benar-benar menikmati berkat yang diberikan oleh alam," kata Zhu.
Zhu dan istri biasanya bangun pukul 5 pagi setiap hari, untuk mengantar putranya bersekolah menggunakan speedboat.
Sambil menunggu putranya pulang sekolah, pasangan ini akan kembali ke pulau untuk bekerja di ladang.
Di pulau itu, Zhu juga membuat tempat tidur gantung di antara pohon untuk mereka bersantai.
Sementara itu, kegiatan yang paling senang dilakukan oleh putranya adalah memanjat pohon untuk menikmati pemandangan sari atas.
Saat malam tiba, setiap pukul 8 malam mereka mulai istirahat agar keesokan harinya bangun selalu dalam keadaan segar.
Di akhir minggu, keluarga ini akan pergi ke daratan untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari seperti membeli sampo.
Hanya dalam setahun mereka tinggal di sana, sinusitas yang diderita istri Zhu sembuh tanpa meminum obat apapun.
Sedangkan penyakit limfatik putranya, sembuh total setelah dua tahun tinggal di pulau itu.
Mereka pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan putranya, dan hasilnya benar-benar membahagiakan.
Baca Juga : Ketika Jutaan Orang Meninggal Karena Kelaparan dan Pembunuhan dalam Peritiwa Holodomor
Penulis | : | Masrurroh Ummu Kulsum |
Editor | : | Adrie Saputra |
KOMENTAR