“Gigi yang kropos membahayakan si pilot, karena perbedaan tekanan pada ketinggian 5.000 kaki (± 1. 524 m) saja sudah menyebabkan rasa sakit. Apalagi di atas 10.000 kaki (± 3.048 m), tutur Raman yang ahli mata ini.
Dengan kecepatannya yang sangat tinggi, saat bermanuver penerbang F-16 akan mendapat G-force (gaya gravitasi bumi) sampai sebesar 9G. Artinya, berat badannya diperbesar 9 kali oleh gaya G tadi.
Padahal dalam keadaan sehat, manusia rata-rata hanya tahan sampai 8 G. Itu pun dalam waktu sangat singkat dan perlu latihan. Dengan terlewatinya batas ini, sang penerbang bisa mengalami G-LOC (Graviti Induced Loss of Consiousness) atau kehilangan kesadaran secara tiba-tiba dalam beberapa saat akibat ‘hilangnya’ darah dari otak.
Untuk mengatasinya, si pilot perlu mengenakan antiG-suit. Dengan baju ini, darah di dalam otak dapat ‘ditahan’ sehingga pilot terhindar dari pingsan maut.
Baca Juga : Pilot TNI AU Pernah Diserang Preman, Jet Tempur F-16 pun Dikerahkan untuk Memberi Pelajaran
Dalam keadaan perang, dokter penerbangan militer pun memegang peran di balik ‘layar’. Bila ada pasukan yang tertembak hingga terjadi pendarahan hebat dan perlu diterbangkan ke rumah sakit yang tempatnya berjauhan, ia harus segera bertindak.
Kalau perlu, melakukan pembedahan di udara untuk menyelamatkan jiwanya, walaupun gerakan pesawat terbang dan tekanan yang rendah sebenarnya membahayakan si pasien.
Dokter penerbangan militer memang tidak luput dari bedah-membedah, pas dengan sebutan dari sono-nya, flight surgeon. Menurut Raman, istilah ini diambil dari military surgeon, dokter militer yang mendampingi pasukan dan harus bisa membedah.
Diluar dinas kemiliteran, seorang dokter penerbangan bisa membuka 'usaha sampingan’ alias praktek untuk umum. Tentu saja, saat praktek umum ini ia menanggalkan seragam militer dan wing-nya.
Gawat darurat Di Udara
Pesawat terbang umumnya dikenal sebagai alat transportasi. Tetapi di zaman konglomerat, pesawat dapat digunakan untuk mengangkut pasien yang sakit berat dan membutuhkan perawatan intensif.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR