Waktu sudah pukul delapan malam waktu kami tiba di sana. Di kampung ini saya beristirahat baru sejam ketika kami mendengar gemuruh air, sehingga tempat ini juga masih belum aman. Kami melarikan diri lagi ke arah pegunungan.
Setelah duajam berjalan kami mencapai Desa Payung yang terletak di lereng Gunung Tanggamus. Di tempat ini ada yang memberi saya sehelai sarung, sehingga saya berpakaian agak pantas.
Mujur bahwa saya mendapat sambutan baik dari kepala desa maupun rakyatnya, sehingga setiap hari saya bisa makan nasi dengan lauk ayam. Pada hari Selasa saya menyuruh menyelidiki siapa-siapa yang masih hidup dari tempat-tempat di pantai.
Baca Juga : Fotografer Pemberani Abadikan Danau Lava Gunung Berapi Aktif yang Penuh Risiko
Hasilnya amat menyedihkan. Hampir seluruh Beneawang musnah. Saya menaksir korban jiwa di daerah ini ada sekitar seribu orang. Banyak kampung lenyap. Di banyak desa terjadi kelaparan.
Mohon dikirim beberapa potong pakaian, sebab saya tak mempunyai apa-apa lagi, juga sepatu atau selop.
Hujan batu apung membara dan abu panas
Menurut laporan resmi, di Beneawang sekitar 250 orang meninggal, termasuk hampir semua pemuka adat daerah itu yang berkumpul untuk menyambut kedatangan residen. Termasuk Van Zuylen, klerk-griffier, pembantu Le Sueur, satu-satunya Belanda yang tewas.
Kampung-kampung pantai di sebelah barat dan timur Teluk Semangka mengalami penghancuran total atau sebagian; hanya di Tanjungan dan di Tanjung Beringin yang terletak di de katnya 327 orang dinyatakan hilang, di Betung yang berdekatan 244 orang.
Baca Juga : Awas! Selain Merapi, Inilah 4 Gunung Berapi Paling Aktif di Pulau Jawa
Dari Ketimbang di pantai Teluk Lampung kita ikuti kisah kontrolir Beyerink yang lebih mengenaskan, karena ia pribadi kehilangan seorang anggota keluarganya dalam malapetaka itu.
"Pada Minggu sore, tanggal 26 Agustus itu distrik kami ditimpa hujan abu dan batu apung membara. Rakyat melarikan diri dalam suasana panik. Abu yang jatuh itu begitu panasnya, sehingga hampir semua orang menderita luka bakar pada muka, tangan dan kaki.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR