Manfaat lain dari tanaman kelor, masih menurut kepercayaan tertentu, bisa sebagai penangkal kekuatan magis, ilmu hitam atau guna-guna, serta ajimat kesaktian.
Caranya, cukup dengan mengibas-ibaskan setangkai daun kelor ke bagian muka korban. Bisa juga air rendaman tanaman kelor disiramkan ke sekujur tubuhnya.
Kelor terkadang juga dijuluki "si kayu gaib", terutama galihnya (inti kayu kelor yang keras, coklat tua hingga hitam).
Adakalanya kayu galih kelor yang biasanya langka itu "dipuja-puja" oleh kalangan dukun di Jawa.
Konon, kekuatan magis yang tersimpan di dalamnya mampu menangkis energi (kekuatan) negatif dari ilmu hitam maupun serangan fisik.
Namun ada juga yang justru memanfaatkan galih kelor sebagai bahan suvenir yang laku diperdagangkan. Semisal dibuat kerajinan anting-anting dengan bentuk dan ukuran bervariasi.
Konon, bersama bahan-bahan lain, seperti pala, bawang merah, bawang putih, dan lainnya, kelor bisa dibuat bedak pupur untuk sarana mengobati orang kurang waras.
Mereka yang suka ngomong sendiri, ngomel-ngomel sendiri, melucu sendiri, dan tertawa sendiri. Begitu pun orang yang kesurupan akan kembali "waras".
Menjernihkan air
Yang sempat diuji adalah manfaat biji kelor sebagai penjemih air. Seperti pernah dipublikasikan New Scientist (Desember 1983), biji kelor digunakan untuk menjernihkan air sungai keruh berlumpur di Sudan dan Peru. Juga dilaporkan, biji kelor memiliki kemampuan antibakteri.
Pemanfaatan biji kelor juga tidak asing bagi Jurusan Teknik Lingkungan ITB, dan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, di Samarinda, yakni untuk menjernihkan air permukaan (sungai, danau, kolam).
Bahkan biji kelor, dimanfaatkan sebagai bahan koagulan (bioflokulan) dalam proses pengolahan limbah cair pabrik tekstil.
Sebagai bahan koagulan yang efektif, biji kelor menggndung zat aktif rhamnosyloxy-benzilisothiocyanate, yang mampu mengabsorbsi dan menetralisir partikel-partikel lumpur serta logam dalam air limbah atau air keruh.
Sekalipun air keruh kecokelatan penuh partikel lumpur bisa menjadi jernih dan layak dikonsumsi berkat biji kelor.
Adakalanya, aroma khas kelor masih terasa. Namun, dengan menambahkan butiran arang (sebaiknya dibungkus kain supaya tidak bertebaran) ke dalam bak penampungan air akan menyerap aroma langu kelor.
Pengolahan air dengan biji kelor ini agaknya cocok untuk program pengadaan air bersih di kawasan pesisir.
Bahkan, telah pula diterapkan di beberapa desa di DI Yogyakarta.
Meski saat ini dicuekin, cepat atau lambat kelor bakal naik daun. Setidaknya memiliki peluang menjadi tanaman industri yang kelak dicari-cari. (A. Hery Suyono)
(Artikel ini pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Maret 2003)
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR