Sikorsky S-76 A dilengkapi dengan instrumen penerbangan yang memungkinkan pilotnya hanya mengandalkan instrumen tersebut, tanpa melihat keluar sama sekali.
Kabinnya berkapasitas 12 penumpang, tapi malam itu kami ubah menjadi ambulans, dengan 2 buah tempat tidur darurat.
Baca Juga : Diguncang Krisis Ekonomi, Turki Justru akan Luncurkan Helikopter Militer Super Canggih
Kami terbang dengan ketinggian 4.500 kaki, ke arah utara. Gelap dan dingin. Batas pandang hanya sampai kaca depan.
Saya terbang buta, hanya mengandalkan instrumen-instrumen terbang di depan saya. Kapten Eko mengatur cahaya di kokpit agar tak terlalu tajam di mata.
Di radar terbaca kelompok-kelompok hujan lokal di sebagian rute yang akan kami terbangi. Hujan badai terjadi di sebelah Barat. Di kejauhan kilat kadang-kadang menerangi kegelapan.
Jantung saya bekerja sedikit lebih cepat. Untuk mengurangi ketegangan, kami membuat lelucon-lelucon kecil. Kami biasanya membawa kopi panas, tetapi kali itu lupa karena terburu-buru.
Saya memusatkan perhatian pada instrumen terbang, sementara Kapten Eko membacakan arah yang perlu saya ubah menghindari kelompok-kelompok hujan itu.
Tujuan kami adalah lapangan produksi Kakap, 200 km ke arah utara Matak Base, ± 48 menit terbang.
Baca Juga : Keren! Pilot Helikopter Ini Buat Manuver Rumit Untuk Selamatkan Pendaki yang Terjebak
Selain beberapa anjungan produksi, di sana juga ada kegiatan eksplorasi pengeboran oleh anjungan pengeboran WD Kent.
Anjungan seperti kapal inilah yang kami tuju. Tapi sebelum ke situ, kami harus ke tanker Kakap Natuna dulu untuk menambah bahan bakar, baru ke Singapura.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR