Saya beruntung, kongres yang saya hadiri diisi juga dengan lawatan ke tempat-tempat budaya tradisional, yang juga disajikan kulineri tradisional Korea. Antara lain bermacam-macam gimchi, yang terdiri atas sayur sawi putih, lobak, atau terong ungu yang dijemur lalu difermentasi (diragikan), dan dibumbui cabe merah.
Ada 100 lebih jenis gimchi. Sebenarnya, ini makanan musim dingin yang dibuat pada musim panas, di saat sayur mayur berlimpah. Sayuran yang difermentasi ini bisa awet selama beberapa bulan.
Seperti juga orang Tionghoa dan Jepang, orang Korea juga mengenal masakan mi (noodle). Salah satunya disebut geojin guksu. Mi kuah ini dibuat dari tepung terigu dicampur tepung kedele, lalu disirami sup ikan, kemudian di atasnya ditaburi zucchini, irisan cabe merah, dan irisan telur dadar.
Yang menarik, sumpit di restoran Korea bukan terbuat dari bambu atau kayu, melainkan dari logam perak. Aha, sebagai hidangan penutup, disajikan kolak biji kaoliang diberi gula merah. Sedap juga.
Selain itu, saya beruntung pula menyaksikan Festival Tari Topeng Korea, yang mengundang berbagai kelompok tari topeng dari berbagai negara dalam festival selama 10 hari itu. Ikut pula beraksi para penari dari Filipina, Yordania, Tiongkok, Srilangka, dan Iain-lain.
Baca Juga : 5 Kebiasaan Buruk Wanita Korea Selatan yang Suka Kumat-kumatan, Salah Satunya Kecanduan Operasi Plastik!
Pada pertunjukan pembuka, ternyata tidak lalu bersifat tradisional, sebab lebih banyak modern disko dengan kostum masa kini. Para remaja tampil dengan kostum tari serba ketat, dan lubang pusar sengaja diobral.
Bukan hanya kaum hawa, yang pria pun sama, dilengkapi rambut jungky look. Sayang, karena keadaan kesehatan, saya tak bisa leluasa memotret aksi para penari itu.
Selesai acara, peserta kongres dipersilakan ke ruang ballroom bawah tanah untuk santap malam. Wah, saya harus dituntun, menuruni begitu banyak anak tangga. Di ruang pesta, sudah dipenuhi orang dan meja-meja prasmanan. Bahkan disajikan orkes kamar yang membawakan lagu Amadeus Mozart.
Tambah usia
Baca Juga : Korea Utara Batalkan Pembicaraan Dengan Korea Selatan dan Peringatkan Amerika Serikat, Ada Apa Lagi?
Malam penutupan, walikota Andong mengundang kami pesta taman di rumahnya. Ada hidangan makanan khas Korea, musik tradisional dan wayang orang Korea. Juga ada atraksi permainan tambur khas Korea.
Yang mengejutkan, kongres bertopik "Diversifitas Kebudayaan Dapat Merupakan Kontribusi kepada Kebudayaan Perdamaian" itu mengundang beberapa penceramah. Di antaranya, Ramos Horta, (waktu itu) Menlu Timor-Leste.
Sebagai bangsa Indonesia pencinta NKRI, saya menganggapnya separatis, dan saya agak malas mendengar ceramahnya.
Tapi, ternyata, pidato penerima hadiah Nobel perdamaian itu cukup simpatik, "Timor Timur akan melupakan masa lalu dan berusaha rukun dengan Indonesia. Meski kami diperlakukan kurang manusiawi oleh pihak tentara, tapi kami mendapat simpati dari pemerintahan sipil."
Baca Juga : Berseteru Sejak 1950, Korea Utara dan Korea Selatan Siapkan Acara Resmi untuk Akhiri Perang
la mencoba bersikap damai terhadap musuh-musuhnya, walau tak sesabar Dalai Lama.
Saya tergerak menghampirinya. Setelah mengetahui siapa saya, dengan amat antusias ia memeluk, "Kita adalah saudara." Lalu ia mengirim asistennya, Manuel, untuk menjanjikan suatu saat mengundang saya.
Alhasil, International of Volkart (IOV), organisasi yang mengundang saya ikut kongres, akhirnya berketetapan hati untuk memohon pada UNESCO agar menjadikan Andong sebagai Warisan Kebudayaan Dunia (World Heritage). Sebab, banyak peninggalan di kota ini berusia ratusan tahun, dan dapat dijadikan folklor dunia.
Misalnya, di sana terdapat jembatan kayu terpanjang dan tertua di Korea. Konon, siapa pun yang melintasinya akan bertambah usia selama 20 tahun. Walau dipapah, saya berhasil melewatinya. Mudah-mudahan berpengaruh bagi usia saya.
Baca Juga : Ngeri! Inilah 6 Operasi Plastik Paling Terkenal dan Sering Dilakukan di Korea Selatan
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR