Keadaan dan posisi kami sebagai orang tahanan tidak dapat berbuat secara leluasa. Kami berada dalam posisi yang sulit.
Asosiasi pemikiran selalu teringat kepada peristiwa pemberontakan PKI/Muso yang terjadi di kota Madiun pada tahun 1948.
Timbul pertanyaan: Apakah kaum pemberontak tidak merencanakan kota Madiun sebagai salah satu basis mereka, atau sekurang-kurangnya menjadi terugval basis?
Jarak antara Madiun dengan Solo – di mana stasiun radionya sudah dikuasai oleh kaum pemberontak – hanya lebih kurang 100 km.
Andaikata kekuatan-kekuatan kaum pemberontak sampai merembes ke daerah Madiun, maka sudah pasti penjara tempat kami ditahan itu akan menjadi salah satu sasaran dan kami akan “konyol” begitu saja.
Baca Juga : Membunuh Tanpa Suara, Salah Satu Materi Sekolah Anti Terorisme dan Komunisme di Amerika Serikat
Walaupun kami mengetahui bahwa pada waktu yang akhir-akhir ini kota Madiun sudah berangsur-angsur juga menjadi daerah minum bagi PKI, terbukti dari kekalahan calon-calon PKI dalam pemilihan untuk jabatan Lurah, yang telah berkali-kali dilangsungkan, tetapi hal itu tidaklah boleh dijadikan ukuran untuk memandang kecil kekuatan lawan.
Memang, tatkala terjadi pemberontakan PKI/Muso pada tahun 1948, salah satu kekuatan mereka di kota Madiun pada waktu itu ialah lantaran pimpinan kesatuan tentara setempat berada di tangan perwira-perwira yang berhaluan komunis.
Sekarang, 17 tahun kemudian, pimpinan dan kesatuan tentara di Madiun boleh dikatakan anti-komunis, sehingga keadaan itu merupakan faktor yang dapat memberikan sedikit kelegaan.
Walaupun begitu, para tahanan politik sudah siap-siap juga dengan bungkusan-bungkusan kecil berisi pakaian yang diperlukan.
Sebab, kalau keadaan memaksa, tentulah akan lebih safe apabila kami menyingkir dari tempat tersebut, walaupun dekat-dekat di dalam kota.
Masih terngiang-ngiang di telinga kami cerita-cerita yang mengatakan, bahwa ketika pemberontakan PKI tahun 1948 itu, penjara di Jl. Wilis itu mereka jadikan sebagai tempat tahanan-tahanan mereka, yang akhirnya mereka “bereskan”.
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR