Baca Juga : Keberadaan Rumah Bordil saat Batavia Batu Berdiri
Anak-anak pribumi di tempat ini selalu berbahagia. Padahal mereka tidak mempunyai mainan dan tampaknya juga tidak mempunyai permainan.
Paling-paling mereka kecebar-kecebur di kali, menguntai bunga tanjung untuk dipakai sebagai kalung, atau mengikat kaki belakang kecoak dengan tali.
Mereka juga telanjang. Namun, seperti orang tua mereka, walaupun kekurangan dan tampaknya tidak memiliki alasan untuk berbahagia, kenyataannya mereka puas.
Pecinan
Kalau kita mengikuti kanal ke arah pintu air dan melewati bangunan kantor pos yang buruk, kita akan tiba di jembatan Kampung Baru (Pasar Baru - Red.).
Kalau kita menyeberang jembatan itu, tiba-tiba kita seakan-akan masuk ke dunia lain.
Baca Juga : Oey Tamba Sia, Palyboy Jutawan dari Batavia
Jalan yang lebar di sini diapit oleh rumah-rumah yang tinggi dan sempit. Atap gentengnya yang merah seakan-akan menantang langit yang biru lazuardi.
Jalannya ramai dilewati oleh gerobak dan orang yang berlalu-lalang dengan gesit. Inilah Pecinan.
Di Batavia ada tiga atau empat Pecinan yang cuma dihuni oleh orahg-orang Tionghoa.
Sekarang mereka memang memilih untuk tinggal berkelompok. Namun, sebenarnya kebiasaan ini peninggalan zaman Gubernur Jenderal Valckenier.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR