Kebahagiaan adalah hak setiap umat manusia. Tak peduli kaya maupun miskin. Namun bahagia adalah cita-cita yang sangat mahal untuk kaum kaya.
Selain menjadi sangat waspada terhadap kemerosotan nilai uang, aset, dan takut terhadap pemeriksaan pajak, hidup yang berlebihan juga membuat manusia semakin sulit menikmati kekayaannya.
Di antara penyebabnya adalah tiadanya waktu dan ketulusan persahabatan dalam menjalani kehidupan.
Menariknya, negara-negara yang dinyatakan kaya oleh badan-badan dunia, ternyata memiliki insiden bunuh diri yang tinggi. Sebut saja Finlandia, Korea Selatan, Belgia, Prancis, Austria, dan Swiss. Sedangkan Indonesia yang sering dipolitisir elit-elit kaya sebagai "kantong kemiskinan" adalah negara dengan peringkat bunuh diri nomor 165 dari 177 negara.
Kekuasaan
Terakhir, akumulasi dari persoalan-persoalan di atas memunculkan keinginan kuat dari kelompok-kelompok kaya untuk bertarung dalam perebutan kekuasaan.
Cita-cita yang lebih bersifat materialistis dan liberalis ini bisa muncul dalam kehidupan demokrasi. Terutama, karena hadirnya ruang-ruang kosong yang membutakan nurani.
Kita misalnya mulai menyaksikan perebutan kekuasaan untuk mengamankan diri dari ancaman-ancaman hukum dan fraud, untuk mengambil saham milik negara damam proses divestasi, konsesi-konsesi areal pertambangan, sampai memperjuangkan anak untuk menguasai jabatan-jabatan publik.
Keinginan kaum kaya untuk masuk dalam kekuasaan maupun menjadi sponsor dominan yang menentukan arah masa depan bangsa tentu perlu menjadi perhatian serius tokoh-tokoh pendidikan. Karena kelak akan berpengaruh terhadap nilai-nilai sosial dan karakter bangsa.
Semua itu bisa berubah dan mewariskan lebih banyak penderitaan daripada tinta emas catatan sejarah.
Seperti kata Pramahansa Yogananda, “Hanya pada jiwa-jiwa yang sehat, hati manusia tersenyum. Kebahagiaan umat manusia berasal dari jiwa-jiwa yang sehat, bukan yang ingin menguasai, melainkan yang mencintai.”
Baca Juga : Lewat Hak Servituut, Tetangga 'Rumah Helikopter' Eko Purnomo dapat Dianggap Lakukan Perbuatan Melawan Hukum
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR