Intisari-Online.com - Rupiah terkapar. Data Reuters pada Selasa (4/9) pukul 6.12 sore menunjukkan, nilai tukar mata uang Garuda berada di Rp 14.954 per dollar AS.
Kendati demikian, Bank Indonesia (BI) menilai, nilai tukar rupiah yang saat ini merosot sudah keluar dari fundamentalnya.
“Betul bahwa rupiah ini tergantung juga dengan sentimen pasar, tetapi hitungan fundamentalnya harusnya tidak selemah ini,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Gedung DPR RI, Selasa (4/9).
Menurut Perry, pelemahan nilai tukar rupiah banyak dipengaruhi oleh sentimen negatif baik di luar negeri maupun dalam negeri.
Baca Juga : Menteri Keuangan Malaysia Dituduh Korupsi, Menteri Keuangan Indonesia Malah Banyak Prestasi
Dari luar negeri, misalnya kenaikan Fed Fund Rate, tekanan dari Argentina dan Turki serta isu perang dagang.
Sementara dari domestik adalah pembelian valas oleh korporasi untuk impor yang masih besar.
Untuk sentimen yang datangnya dari dalam negeri, Perry mengimbau agar pelaku ekonomi dalam negeri tidak perlu menubruk dollar AS.
“Kami sampaikan ke importir dan korporasi yang butuhkan valas tidak perlu menubruk-nubruk. Kami sudah sediakan swap. Swap Jumat lalu, targetnya US$ 400 juta dan realisasinya US$ 850 juta. Kami juga di BI komitmen stabilkan rupiah dan meningkatkan intensitas intervensi kami,” jelasnya.
Baca Juga : Jadi, di Manakah Soeharto saat Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) Terjadi?
Asal tahu saja, untuk mencegah nilai tukar rupiah merosot lebih dalam, BI terus berada di pasar untuk menaikkan volume intervensi baik di pasar valas maupun di pasar Surat Berharga Negara (SBN).
Perry mengatakan, sejak Kamis (30/8), BI telah masuk ke pasar sekunder SBN.
“Kamis dan Jumat lalu maupun kemarin (Senin 3 September 2018) kami beli SBN. Jumat kami beli SBN Rp 4,1 triliun yang dijual asing. Kemarin (Senin) kami beli dari pasar sekunder Rp 3 triliun,” ujar Perry di Gedung DPR RI, Selasa (4/9).
Source | : | Kontan.co.id |
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR