Namun jikalau gagal, agensi harus bersiap-siap menghadapi kebangkrutan, mengingat ketatnya persaingan yang tak mengenal ampun.
Wajar jika kemudian sistem penggodokan idola banyak menuai pro dan kontra. Penyebabnya, karena para idola diperlakukan seperti robot yang diprogram agensi.
Padahal jikalau tidak diurus oleh agensi profesional, maka standar idola yang tinggi akan sulit dicapai. Begitulah dilematisnya.
Sampai gangguan mental
Bertahun-tahun bisnis K-Pop membahagiakan hati penggemarnya dengan image positif dan ceria. Setiap kali muncul di hadapan publik, maka selebritas akan menjaga sikap sebaik mungkin.
Reputasi dilindungi agensi dengan aturan-aturan dari agensi. Intinya K-Pop dipresentasikan dengan konsep nyaris sempurna.
Lagu-lagu bagus, koreografi yang memukau, sikap terpuji para idola, dan image positif dikemas begitu apik oleh agensi.
Kondisi itulah yang membuat kita akan sulit menemukan celah untuk mengkritik K-Pop. Ditambah lagi, kompetisi antar-idola membuat mereka berlomba menjadi yang terbaik.
Besarnya intervensi agensi terhadap kehidupan pribadi mempengaruhi segalanya. Bukan hanya image idola pada publik, namun pada selebritas itu sendiri.
Karena itulah agensi sangat berhati-hati agar idola asuhan mereka tidak terlibat kontroversi dan skandal. Terutama, soal asmara dan pelanggaran hukum.
Sebab warganet setempat tak akan memberi ampun jika idola kedapatan memiliki skandal. Pertaruhannya adalah karier sang idola.
Salah satu image positif itu terlihat ketika para artis akan membungkuk 90˚ saat berhadapan dengan senior atau orang yang lebih tua, apalagi di depan kamera.
Agensi akan mendidik mereka untuk bersikap super sopan dan mempertahankan kelakuan baik. Maklum, warganet Korea Selatan sangat kritis terhadap perilaku idola.
Tak jarang, hanya gara-gara persoalan kontroversi sepele, para idola itu harus meminta maaf di depan umum.
Idola yang tengah di puncak sukses tidak mengenal berhenti bekerja. Mereka wajib ikut semua jadwal berdasarkan kontrak. Kelelahan sudah pasti, tidak cukup tidur terjadi setiap hari. Belum lagi harus membagi waktu untuk latihan, persiapan konser, dan jadwal-jadwal lain.
Saat promosi album misalnya, mereka setidaknya harus tampil dalam program musik lima kali seminggu. Muncul pula di berbagai media untuk promosi.
Jika anggota grup memiliki proyek pribadi, maka beban kerjanya semakin bertambah. Karena itu biasanya grup idola tinggal bersama dalam satu asrama untuk memudahkan aktivitas mereka.
Dalam berbagai kesempatan di televisi, para idola kadang mengaku tentang tidur mereka yang kurang dari tiga jam sehari.
Tak ada waktu beristirahat apalagi bersantai. Beberapa kali tertangkap kamera, idola-idola muda pingsan ketika di panggung, mengalami cedera, bahkan ada yang tertidur saat siaran langsung di televisi.
Kontrak kerja yang terjadi di industri ini juga agak berbeda karena jangka waktu yang sangat lama, antara 7-15 tahun. Selama waktu tersebut, idola harus melakukan segala hal sesuai kesepakatan kontrak.
Tak heran sebelum keluar dari SM Entertainment, beberapa anggota grup fenomenal TVXQ pernah menggungat lantaran kontrak kerjayang sangat panjang dan gaji yang rendah. Hasilnya, mereka memenangi gugatan tersebut di pengadilan.
Sayangnya, tak semua idola tahan banting terhadap pola industri ini. Beberapa kisah harus berakhir dengan sakitnya idola, bahkan sampai gangguan mental.
Persoalan ini juga terkait dengan tingginya angka bunuh diri di Korea Selatan. Dan idola terkenal yang bergelimang harta, dicintai banyak orang, dan sukses di dunia pun tak terluput dari perkara ini. Kematian vokalis utama grup SHINee pada Desember 2017, membuktikan hal itu.
Di usia masih sangat muda, para idola mengemban pekerjaan yang berat. Kerja keras, perjuangan, dan mimpi-mimpi mereka sangat menginspirasi, namun melihat tingginya tuntutan dan besarnya tekanan kerja mau tidak mau kita prihatin juga.
Penulis | : | Tika Anggreni Purba |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR