Advertorial

9 Kali Jadi Juara Umum Asian Games, Rupanya Ini 'Rahasia' China Kuasai Berbagai Cabang Olahraga

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah
,
Aulia Dian Permata

Tim Redaksi

Intisari-Online.com- Kehebatan China dalam kancah olahraga Asia seakan tak tertandingi.

Menjelang penutupan Asian Games 2018, China masih berada di posisi puncak dengan perolehan medali yang jauh dibanding Jepang yang berada satu peringkat di bawahnya.

Hingga Jumat (31/8/2018) pukul 08.00 WIB, China telah mengumpulkan total 241 medali dengan rincian 112 medali emas, 76 medali perak, dan 53 medali perunggu.

Sementara, Jepang di posisi kedua dengan total 174 medali dan Korea Selatan 141 medali di posisi ketiga.

Baca Juga:Ingin Pisahkan Qatar dari Daratan Arab, Arab Saudi Siapkan Dana Rp 11 Triliun

Bisa dipastikan, China akan keluar sebagai juara umum pada Asian Games 2018.

Dominasi kekuatan olahraga China juga sudah tercatat pada Asian Games sebelumnya.

Dilansir dari Kompas.com, dalam sejarah Asian Games, China sudah 9 kali keluar sebagai juara umum

Yaitu sejak Asian Games 1982 di New Delhi, India, hingga Asian Games 2014 di Incheon, Korea Selatan.

Baca Juga:Jack Ma Nonton Penutupan Asian Games, Begini Cara Kaya Raya Ala Pria yang Pernah Ditolak KFC Ini

Kemenangan itu tidak pernah terputus, seolah tak memberikan kesempatan bagi negara lain untuk merasakan kemenangan menjadi juara umum.

Tak hanya di level Asia, kualitas atlet China juga setara dalam laga tingkat dunia.

Ternyata ada tips rahasia di balik ketangguhan China mendominasi olahraga Asia lebih dari 3 dekade ini:

1. Sistem negara

Baca Juga:Isabel, Si Gadis Ayam yang Dikurung Ibunya dalam Kandang Sejak Bayi

Pengamat olahraga dari Universitas Surabaya, Prof. Dr. Hari Setijono, M.Pd, menilai bahwa kehebatan China dalam menjuarai Asian Games dari tahun ke tahun salah satunya didukung sistem negara yang dianut.

“Kalau di Indonesia kan demokrasi. Lah kalau di sana itu kan beda, Sosialis kan? Semuanya ditentukan oleh negara. Kalau semua ditentukan oleh negara, dari sistem pembinaan sampai penganggaran, sampai model apa yang mau dilakukan itu ditentukan oleh negara memang. Kalau di sini kan masih terpecah-pecah,” ujar Hari saat dihubungi Kompas.com melalui telepon, Kamis (30/8/2018).

2. Anggaran dana

Menurut Hari, anggaran dana di China diberikan kepada masing-masing pihak secara langsung oleh negara.

Baca Juga:Salut! Ayahnya Jadi Orang Terkaya di Indonesia, Gaya Hidup Armand Hartono Jauh dari Kemewahan

Cara ini dinilai lebih cepat dan efektif tanpa melalui birokrasi yang berbelit-belit.

Hari mengatakan, hal ini juga bisa dilihat dari adanya peningkatan perolehan medali di Indonesia setelah adanya perubahan sistem penganggaran.

Awalnya, Indonesia memberlakukan Program Indonesia Emas (Prima) yang keuangannya masih harus melewati berbagai pihak sebelum sampai di masing-masing cabang olahraga.

“Nah sekarang ini kan diubah dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2017 itu menjadi PPON (Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional) ya. Nah itu dari pemerintah langsung ke Indocabor. Dengan langsung ke Indocabor berati satu sektor itu terhilangkan, sehingga itu lebih cepat, lebih efektif” jelas Hari.

Baca Juga:Punya Garis Tangan Langka Berbentuk M? Ternyata Ada 'Makna Khusus' tentang Diri Anda di Baliknya

Ia mengatakan, perubahan kebijakan anggaran ini memberikan pengaruh yang signifikan terhadap persiapan di masing-masing cabang olahraga (cabor) dalam menghadapi sebuah event olahraga.

“Dan cabor merasa sekarang ini tidak ada keterlambatan. Jadi kalau mau melakukan sesuatu sudah tidak perlu mikir lagi harus nunggu dulu angkanya di 3 bulan ke depan. Kalau ini kan bisa langsung dia mengoperasionalkan anggaran yang ada,” kata dia.

3. Proses pembibitan atlet sejak dini

China melakukan proses pembibitan atlet sejak usia dini. Hal ini dinilai menjadikan proses pelatihan di negara China berjalan optimal.

Baca Juga:Kulit Leher Belakang Menebal dan Terlihat Hitam? Hati-hati Itu Tanda Penyakit-penyakit Ini Lho...

“China itu memulai latihan benar-benar dari junior. Jadi kalau di Indonesia itu agak berbeda, di Indonesia itu kan memang latihannya kalau di sekolah itu kalau diistilahkan masih multilateral. Tapi kalau di China itu sudah terspesifikasi. Sudah terasah sejak usia dini,” kata Hari.

Hari menyebutkan, proses pembibitan atlet di China berjalan lebih matang.

"Sebetulnya Indonesia sudah benar ya, gak salah di dalam sistemnya: terencana, berjenjang, dan berkelanjutan, itu sesuai di undang-undang, itu ada. Cuma di Indonesia itu pelaksanaannya yang belum bisa begitu (seperti China),” ujar Hari.

Berdasarkan hasil perolehan medali yang ada di laman resmi Asian Games 2018, hingga Jumat (31/8/2018) pukul 08.00 WIB, China sudah mendapatkan 241 medali yang terdiri dari 112 medali emas, 76 medali perak, dan 53 medali perunggu

Baca Juga:Inilah Pohon Beringin Terbesar di Dunia, Saking Besarnya Sampai Membentuk Hutan Sendiri

Prestasi itu berasal dari 33 cabor dari total 55 cabor yang diperlombakan.

Dari 22 cabor yang tersisa, 17 cabor belum menghasilkan medali apa pun untuk China.

Cabor sepi prestasi bagi China itu meliputi bisbol, bola basket, boling, tinju, bola tangan, hoki, jet ski, judo, ju-jitsu, modern pentathlon, paralayang, sepatu roda, rugbi 7 orang, layar, bola voli, triathlon, trampoline gymnastic, sepak takraw, dan squash.

Sementara 5 cabor lainnya: Kabaddi, Kurash, Pencak Silat, Sambo, dan Angkat Besi, China tidak menurunkan kontingennya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengulik Rahasia di balik Keperkasaan China Kuasai Olahraga Asia"

Baca Juga:49 Tahun Revolusi Al-Fateh: Moammar Khadafy Pernah Simpan Kepala Musuhnya dalam Kulkas

Artikel Terkait