"Setelah operasi selesai saya dikirim ke Tawi Tawi, Filipma," ceritanya berapi-api.
Dia diam sebentar sebelum meneruskan pertanyaan, "Di manakah kamu pada saat itu. Apakah kau sudah lahir?"
"Saya sudah lahir dan berada di salah satu desa di Manado Selatan.”
Baca juga: Mematikan, Inilah 6 Deretan Senjata Infanteri Terbaik Perang Dunia II
Hampir dibunuh
Sekejap, terbayang kembali kenangan PD II itu. Masa kecil saya yang selalu dihantui peperangan. Hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain dalam pengungsian.
Sementara kekurangan pangan, apa saja yang kami temui di kebun harus dimakan.
Saya terkenang ulah tentara Jepang merampas kuda dan pukat kami.
Betapa bengisnya tentara Dai Nippon tersebut ketika marah, sampai memancung kepala SD di kampung kami.
Mendekah kapitulasi, kami kembali ke kampung. Namun pada suatu pagi yang cerah, kapal terbang sekutu B-25 datang dan menjatuhkan bom di jembatan dekat rumah kami. Ledakan dan getarannya keras sekali.
Baca juga: Tentara Rusia Nyaris Perang dengan Tentara Amerika di Suriah, Bahaya Perang Dunia III Mengintai
Lumpur dan reruntuhan jembatan jatuh persis menjebol atap rumah kami.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR