“Namun, kepekaan dan kepedulian bukanlah dua hal yang langsung bisa dimiliki tanpa proses pembelajaran. Maka alangkah baiknya, jika kita dapat mengajarkan kepekaan dan kepedulian sejak dini agar anak-anak belajar lebih dini pula perilaku berbagi.”
Baca juga: Cara Unik Warga Tulehu Rayakan Idul Adha, Gendong Kambing Sebelum Disembelih
Sejak dalam kandungan
Sebenarnya semakin dini anak belajar berbagi maka akan semakin dini pula kepekaan dan kepeduliannya tumbuh. Sebenarnya bahkan kita dapat mengajarkan berbagi sejak janin di dalam kandungan.
Dalam kajian psikologi, emosi ibu sangat terkoneksi dengan janinnya selama ia mengandung. Ibu yang bahagia akan memberikan dampak positif bagi perkembangan janinnya. Begitu pula ibu yang peka dan peduli terhadap kebutuhan orang lain.
Akan ada kecenderungan janin mewarisi perilaku baik ibunya, seperti halnya perilaku berbagi.
Nah, seiring dengan perkembangannya, empati anak akan mulai terasah di usia 5-6 tahun. Sebelumnya, anak akan mencapai tahap perkembangan sosial terbaik di usia 3-4 tahun setelah berada dalam fase egosentris “ini milikku” yang posesif di usia 2-3 tahun.
Baca juga: Bukan Idul Fitri, Tradisi Mudik Orang Madura Perantauan Justru pada Idul Adha
Karena itu, stimulasi untuk mengajarkan anak berbagi akan lebih baik bila dimulai sejak masa-masa egosentrisnya.
Ia dapat melihat contoh nyata dan tidak terjebak pada “keakuannya” jika diajari sejak dini. “Pewarna dunia anak adalah lingkungannya. Maka stimulus yang tepat akan membuat anak-anak berwarna-warni.”
Stimulus berulang
Untuk mengajarkan anak berbagi, yang perlu dipersiapkan adalah orangtua. Kita tahu, anak mengidentifikasi perilaku ayah dan ibunya. Oleh karenanya, persiapan orangtua jauh lebih penting.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR