Advertorial
Intisari-Online.com- Pesawat terbang bertenaga surya milik Airbus Zephyr mampu terbang selama 25 hari non-stop.
Penerbangan itu dilakukan salama uji coba di Yuma, Arixona mulai tanggal 11 Juli 2018.
Penerbangan ini merupakan rekor ketahanan pesawat.
Bahkan memecahkan rekor sebelumnya dengn lama 14 hari yang ditetapkan oleh Zephyr sendiri pada 201 silam.
Baca Juga:Hanya Hari Ini, Paket Kuota Internet 25 GB Telkomsel Cukup Dibayar Rp90 Ribu, Begini Caranya
Penerbangan yang lama ini memiliki implikasi besar untuk pengawasan militer.
Drone seperti Zephyr bisa berkeliaran di medan perang dengan intensitas yang jauh lebih rendah.
Sebagai perbandingan drone Reaper dengan daya tahan tinggi terbaru hanya mampu mengudara selama 40 jam.
Zephyr yang digerakkan oleh baling-baling merupakan kelas pesawat yang dikenal sebagai “high-altitude pseudo-satellites’ atau HAP.
Mampu terbang setinggi 21.000 meter selama berminggu-minggu pada satu waktu, HAP melakukan banyak misi yang sama seperti satelit yang mengorbit di daerah rendah.
Dibandingkan dengan satelit komunikasi, HAP memiliki kelebihan latensi yang lebih rendah dan kemampuan untuk pemeliharaan atau rekonfigurasi.
Namun, HAP memang lebih rentan terhadap pertahanan musuh.
Di mana satelit mengorbit ratusan mil di atas Bumi hingga di luar jangkauan persenjataan konvensional, Zephyr mencapai ketinggian maksimum 21.000 meter.
Baca Juga:Derita Penyakit Genetika, Pria 25 Tahun Ini Miliki Wajah dan Tubuh Seperti Bocah 12 Tahun
Yakni tingkat ketinggian yang jauh di bawah langit-langit untuk sistem rudal pertahanan udara modern seperti S-300 Rusia.
Tak hanya itu, drone juga cenderung lambat dengan kecepatan jelajah hanya 32 km per jam.
Zephyr dan drone yang mirip satelit ini sangat cocok jika beroperasi di wilayah dengan perlindungan lemah.
Pada tahun 2016, kementerian pertahanan Inggris membeli tiga Zephyr seharga Rp87 miliar per unitnya untuk dievaluasi seberapa potensial penggunaannya oleh militer dan lembaga pemerintah lainnya.
Airbus masih terus menyempurnakan Zephyr, terkhusus pada konsumsi dayanya.
Pada siang hari, drone bertenaga surya dengan sayap sepanjang 25 meter dan berat 165 kilogram ini terbang sembari mengisi daya baterai.
Setelah matahari terbenam, barulah daya baterai dipergunakan yang mengakibatkan penurunan tinggi penerbangan.
Dalam uji coba di Yuma ini, diketahui drone merosot serendah 15.000 meter di malam hari.
Tantangan untuk Airbus adalah menyeimbangkan berat dan konsumsi daya untuk menghasilkan profil penerbangan yang optimal untuk tugas tertentu.
Lebih jauh, Airbus juga telah menjadwalkan penerbangan uji Zephyr berikutnya pada Oktober di Australia barat.
Baca Juga:Kisah Raja Bhutan yang Rela Menunggu Selama 14 Tahun Untuk Nikahi Seorang Wanita Jelata