Rumah Romo Mangun sendiri lumayan kecil. Terletak paling bawah, paling dekat ke sungai, dibandingkan rumah-rumah yang lain. Di situ dia tinggal sendiri. Rumah yang terbuat dari kayu, dinding gedek dan beratap genting ini hanya terdiri atas satu kamar, dapur dan kamar mandi yang sempit.
Kamarnya sarat dengan buku dan gambar. Buku-buku tersusun dalam rak-rak kecil sederhana di seputar kamar, sedangkan gambar-gambar menempel di dinding dan langit-langit. Ada lukisan karya anak-anak, reproduksi karya pelukis Belanda, gambar binatang, rumah adat, dan macam- macam gambar lainnya.
Tempat tidur bambu tanpa kasur yang terletak di sudut, lebih mirip balai-balai. Sebuah meja tulis diletakkan di dekat jendela.
Romo Mangun menerima tamunya di luar, semacam beranda yang atasnya disekat dengan dinding gedek. Di sini disediakan bangku-bangku panjang dengan meja yang bentuknya seperti rak, di tengah-tengah.
Terlepas dari keinginannya membantu kaum miskin, ada satu yang patut dicatat, yaitu tentang pemilihan lokasi tempat tinggal. Dia paling senang tinggal di pinggir kali. Kompleks pastorannya di Desa Salam, Magelang, terletak persis di pinggir Kali Krasak.
Lalu kedua kampung yang dibangunnya itu. "Suara air itu, coba dengarkan," katanya. "Suasana seperti itu tidak bisa ditiru, tidak bisa dibeli."
Kehidupan di tepi sungai ini ternyata merupakan kenangan masa kecilnya. Muntilan dan Magelang adalah kota tempatnya menghabiskan masa kecil. Di daerah Gunung Merapi yang airnya selalu bersih ini ia senang bermain pasir di selokan, membuat kota, bandar, lapangan terbang, main perang-perangan.
Sekolahnya tersendat-sendat
Mangunwijaya dilahirkan di kota Ambarawa, Jawa Tengah, pada tanggal 6 Mei 1929, sebagai anak sulung dari dua belas bersaudaranya. Keluarganya penganut Katolik yang taat.
Almarhum ayahnya, Yulianus Sumadi Mangunwijaya, dulunya seorang guru dan penilik sekolah. Ibunya, Serafin Kumdaniyah yang kini telah berusia 75 tahun, sampai sekarang masih aktif mengurus hotel kecil miliknya di Magelang.
Source | : | Majalah Intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR