Intisari-online.com -Padamasa lalu timnas sepak bola Indonesia sering mengejutkan dunia. Di Olimpiade Melbourne 1956, Tim Merah Putih pernah menahan imbang Uni Soviet 0-0. Hasil fantastis karena kala itu Uni Soviet (sekarang Rusia) termasuk salah satu raksasa sepak bola dunia.
Tim Merah Putih kala itu diperkuat Maulwi Saelan, Chaerudin Siregar, Aang Witarsa, Ramang, Phoa Sian Liong, Kwee Kiat Sek, dan Tan Liong Houw. Perlu diketahui, tiga nama terakhir adalah warga Indonesia keturunan Tionghoa.
Pada masa lalu memang jamak ada pemain keturunan Tionghoa membela timnas Indonesia. Hebatnya kontribusi mereka terhitung besar. Tim Merah Putih sering meraih prestasi membanggakan ketika diperkuat pemain Tionghoa.
Di ajang Piala Dunia 1938, contohnya. Ketika masih bernama Hindia Belanda, terdapat nama-nama tenar seperti kiper Tan Mo Heng, Pan Hong Tjien, Hu Kon, dan Tan Siong Houw.
Usai kemerdekaan, tepatnya di dekade 1950-an, giliran muncul generasi Kwee Kiat Sek, Thio Him Tjiang, Tee Sian Liong, atau Tan Liong Houw. Lalu pada dekade 1960 dan 1970-an mereka menyetorkan Atjong, Ng Che Kwang, Harry Tjong, Mulyadi dan Surya Lesmana.
Menariknya selama ada pemain-pemain keturunan Tionghoa beberapa prestasi membanggakan diraih. Lolos ke Olimpiade Melbourne 1956, semifinalis Asian Games 1956, peringkat ke-3 Asian Games 1958, dan hampir lolos ke Piala Dunia 1978 adalah beberapa contohnya.
Tidak itu saja. Di kancah regional sumbangsih mereka juga memuaskan. Seperti menjuarai seperti Aga Khan Cup di India, Merdeka Games di Malaysia dan Pesta Sukan di Singapura.
Namun saat ini cerita manis itu terhenti. Ke mana generasi-generasi penerus pemain keturunan Tionghoa di Tim Merah Putih?
Rantai telah terputus. Selama kurang lebih tiga puluh tahun terakhir, eksistensi pemain keturunan Tionghoa hilang tak berbekas. Jangankan di timnas, di level kompetisi profesional saja jejak mereka sulit dicari.
Ada sebab pasti ada akibat. Diyakini, diskriminasi orang keturunan Tionghoa selama rezim Orde Baru membuat mereka lebih menggandrungi cabang olahraga lain. Sebut saja basket atau bulutangkis.
“Indonesia harus melupakan diskriminasi itu. Sekarang bagaimana seharusnya menyatukan semua elemen bangsa untuk membentuk satu tim sepakbola yang tangguh. Dengan materi tim dari semua lapisan masyarakat, tanpa mengenal ras dan sebagainya,” kata Bob Tan, mantan pemain timnas Indonesia era 1970-an.
Sejarah Sepak Bola di Indonesia: Mulai Muncul Klub-klub Sepak Bola saat Pemerintahan Hindia Belanda
BANGGA BERKOSTUM MERAH PUTIH
Suara-suara minor terhadap nasionalisme pemain-pemain keturunan Tionghoa diakui sempat muncul. Ambil contoh pada babak penyisihan Piala Dunia Swedia 1960 yang digelar pada 25 Mei 1957.
Sebelum laga ada berita yang memerahkan telinga. Karena melawan China, Indonesia yang banyak memiliki pemain keturunan Tionghoa diragukan bisa menang. Tapi nyatanya, China digulung 2-0. Keraguan itu sama sekali tidak terbukti.
“Jangan tanyakan lagi soal itu. Kenapa harus disangsikan dedikasi dan perjuangan kami. Kami berjuang demi bangsa dan negara. Untuk itu kami siap berkorban apa saja. Bahkan kami mau mati di lapangan,” kenang Tan Liong Houw atau yang akrab disapa Tanoto.
“Semangat juang dan kesetiaan kami pada bangsa dan negara tidak perlu diragukan lagi. Kami adalah bagian dari putra putri bangsa Indonesia,” tambah Him Tjiang, pemain keturunan lainnya.
Hal sama juga diungkapkan Bee Ing Hien. Terpilih sebagai pemain tim nasional di tahun 1950-an adalah suatu kehormatan buatnya. Karena itu dia selalu menyumbangkan seluruh tenaga dan kemampuan untuk membela kehormatan bangsa dan negara.
Beginilah Sejarah dan Sepak Terjang Timnas Sepak Bola Indonesia Sebelum dan Sesudah Merdeka
ULET DAN TANGGUH
Apakeunggulan yang ditinggalkan pemain-pemain keturunan Tionghoa?
Dari sejumlah referensi ditemukan satu jawaban. Pemain-pemain keturunan Tionghoa yang pernah berkostum timnas terkenal sangat ulet, tangguh, banyak akal, dan pantang menyerah.
Sebagai contoh apa yang ditunjukkan Tanoto. Saat melawan Soviet di Olimpiade 1958, dia berani dan bersemangat, meskipun lawan selalu mengincarnya. Pada laga itu, Tanoto sengaja memakai dua pelindung kaki untuk mengamankan diri dari incaran lawan. “
Tanoto yang di masa senjanya mendapatkan anugerah Bintang Satya Lencana Kebudayaan dari pemerintah Indonesia itu,selalu bermain total. Tercatat dia lebih dari 100 kali memperkuat timnas Indonesia.
Begitu juga dengan Phoa Sian Liong, pemain timnas kelahiran Pasuruan 26 Januari 1931. Dia dikenal ulet dan serb bisa. Pemain yang memperkuat timnas selama 10 tahun dan tampil di 103 pertandingan timnas itu itu tak pernah mengeluh ditempatkan di beberapa posisi. Termasuk penjaga gawang cadangan.
Sama halnya dengan Harry Tjong. Kiper timnas era kepelatihan Tony Poganick itu dikenal tak mudah menyerah dan selalu tampil dengan kemampuan terbaiknya. Dalam latihan selalu disiplin dan berani. BERAWAL DARI VREEMDE OOSTERLINGEN
Surabayabisa dikatakan sebagai cikal bakal kota yang melahirkan pebola-pebola keturunan Tionghoa. Sejak awal 1900-an di Kota Pahlawan itu sudah berdiri klub sepak bola yang diperkuat para pemain keturunan Tionghoa.
Hal itu muncul tak lepas dari kebijakan pembedaan golongan masyarakat ke dalam tiga kelas oleh Hindia Belanda pada tahun 1855. Waktu itu masyarakat dipisahkan menjadi tiga yaitu Belanda (Eropa), Vreemde Oosterlingen (Timur asing) dan Inlander (Pribumi).
Sesudah itu di wilayah lain kemudian bermunculan klub-klub sepak bola warga keturunan Tionghoa. Ambil contoh UMS Batavia, BRC Buitenzorg (Bogor), YMC Bandung, Union dan TNH Semarang.
Meski begitu, kekuatan sepak bola Tionghoa Surabaya tetap yang terbaik. Ketika ada kejuaraan CKTH (Comite Kampioenswedstrijden Tiong Hoa) dan Hwa Nan Voetbal Bond sering kali dimenangkan oleh Tionghoa Surabaya. Di antaranya pada tahun 1916, 1917, 1922, 1924, 1926, 1928, 1930, dan 1932.
Tan Chin Hoat, Kauw Sing, Hian Gwan, Sie Liong adalah nama-nama tenar pemain Tionghoa pada saat itu. Khusus untuk Chin Hoat sempat menjadi benteng pertahanan tim nasional Hindia Belanda (NIVB) di Olimpiade Timur Jauh di Manila (1934).
Di dekade 1950-an, memunculkan nama-nama lain seperti The San Liong, Beng Ing Hien dan Phoa Sian Liong. Mereka membela Tionghoa Surabaya dan juga Persebaya Surabaya. (Hanif Marjuni, Wartawan Sepak Bola)